Bandung, Jumpaonline – Sejarah pergerakan perempuan pertama kali lahir dari Kongres Perempuan Indonesia yang sekarang diperingati sebagai Hari Ibu, yang dibahas dalam diskusi terbuka dan diselenggrakan oleh Simpul Puan bertema “Mengurai Perjuangan Gerakan Perempuan melalui International Women’s Day” Sabtu, 04 Maret 2023, bertempat di Bale RW 02, Dago Elos, Kota Bandung. Selain membahas soal sejarah perempuan, diskusi ini juga membahas diskriminasi terhadap perempuan.
Sri Darwanti, salah satu anggota Gerakan Buruh Kerakyatan, mendeskripsikan bagaimana gerakan perempuan lahir di Indonesia. Menurut penuturannya, setelah kongres tersebut dilaksanakan, munculah pergerakan-pergerakan yang berbentuk demonstrasi.
“Nah kalau awal-awal pergerakan perempuan terjadi setelah Kongres Perempuan Indonesia, sesudah kongres itu sering ada demo-demo pergerakan wanita Isteri Sedar atau organisasi perempuan lainnya,” ujar Sri.
Menurut Sri Darwanti, perjuangan yang lebih konkrit dalam hal memobilisasi dan meluaskan perlawanan memang baru terjadi ketika kongres selesai. Tuntutan utamanya dulu merebut kemerdekaan dan melawan kolonialisme. Lalu tuntutan-tuntutan lainnya tentang penurunan harga bahan pokok dan meminta kenaikan upah kerja perempuan.
“Dulu kebanyakan menuntut persoalan penurunan harga bahan pokok, makanan, beras, yang kayak gitu-gitu. Lalu minta kenaikan upah juga, karena dulu sudah ada buruh perempuan di perkebunan-perkebunan tebu,” ucapnya.
Sri Darwanti, menambahkan, gerakan perempuan pada zaman dahulu dimulai bukan dari jalanan, tapi lewat wacana-wacana pendidikan sederhana, karena perempuan pada zaman itu masih dibatasi untuk mendapatkan haknya. Lewat wacana pendidikan tersebut, kemudian perempuan disekolahkan.
“Indonesia punya problem perempuan-perempuan itu menjadi tertindas karena sistem penjajahan dan patriarki, juga mereka buta huruf,” pungkas Sri.
Luvhi Pamungkas, salah satu anggota Srikandi Pasundan, mengatakan, banyak dari masyarakat kita yang masih awam terhadap isu pergerakan perempuan, jadi hanya orang-orang tertentu saja yang terlibat dalam pergerakan perempuan ini. Masyarakat harus tahu bahwa isu diskriminasi terhadap perempuan masih tinggi dan harus berani menyuarakan pergerakan perempuan.
“Karena kita melihat bahwa setiap kali gerakan ini dilakukan, banyak teman-teman atau gerakan perempuan ini tidak diketahui banyak orang,” ujar Luvhi.
ALISYA NUR FACHRIZA & CHIQUITA LAILA FEBRIANTI
Pengurus & Anggota Muda LPM ‘Jumpa’ Unpas
Editor: R.SABILA FAZA RIANA