Potret penampilan teatrikal dari Teater Lima Wajah pada Aksi Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan saat massa aksi bergeser ke bawah flyover Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja seberang Taman Cikapayang, Kota Bandung, dikarenakan hujan pada Sabtu, 14 Desember 2024. (Muhamad Shidqy Fannani/JUMPAONLINE)

Bandung, Jumpaonline – Simpul Pembebasan Perempuan menyelenggarakan Aksi Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP) yang bertajuk “Bandung Bermartabat tapi Wanoja na Dibabat” pada Sabtu, 14 Desember 2024 di Taman Cikapayang, Kota Bandung. Acara ini diisi oleh berbagai elemen masyarakat mulai dari mahasiswa, buruh, hingga rekan-rekan media dan komunitas, dengan konsep Mimbar Bebas sebagai panggung ekspresi. Mereka semua menyampaikan bentuk keresahannya terhadap ketidakadilan yang dialami kaum perempuan. 

Ainun Mardhyah, Dinamisator Lapangan Aksi, menjelaskan bahwa, acara ini diadakan untuk merefleksi “sejarah panjang” perjuangan perempuan. Menurutnya, perempuan belum benar-benar merdeka, masih banyak penindasan dan kesewenang-wenangan, itulah mengapa aksi ini perlu dilaksanakan.  Ainun meneruskan, tujuan dari aksi ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa penindasan terhadap perempuan masih terjadi hingga saat ini.

“Karena perempuan itu penindasannya berlipat ganda, maka kontribusi baik laki-laki ataupun perempuan sangat diperlukan,” jelasnya.

Ia juga menambahkan, panggung ekspresi dengan konsep Mimbar Bebas ini merupakan ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasi dan tuntutannya mengenai penindasan terhadap perempuan. Hal itu disampaikan masyarakat lewat berbagai penampilan seperti teatrikal, musik, puisi, dan orasi. 

“Metode aksi Mimbar Bebas ini lebih ke panggung ekspresi, jadi lebih santai sambil hiburan-hiburan. Menampakkan bahwa perjuangan aksi itu bentuknya tidak hanya ganas-ganas aja, tapi kita bisa Mimbar Bebas seperti ini,” tambahnya.

Wafi Osagi, salah satu penampil dari Teater Lima Wajah, mengungkapkan bahwa, alasan ia datang ke aksi ini ingin menyampaikan pesan kepada perempuan supaya mereka sadar dan menuntut haknya. Di sisi lain, teatrikal yang ia bawa dalam penampilannya kali ini merupakan bentuk keresahan dirinya terhadap kasus Marsinah yang belum terungkap. 

“Marsinah itu seorang buruh di Nganjuk, dia salah satu perempuan yang berani menyuarakan suara buruh-buruh. Ini relate sama tema sekarang karena Mba Marsinah itu seorang perempuan,” ungkapnya.

Mahesa Restu, salah satu peserta aksi, berharap aksi ini terus diinisiasi, karena masih maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Ia menambahkan, bahwa kasus kekerasan seksual harus ditindaklanjuti dan diselesaikan secara tuntas.

“Seperti yang kita tahu, apabila perempuan mengalami itu [kekerasan seksual] mentalnya akan down. Pesan saya untuk [perempuan] tetap semangat dan melanjutkan hidup,” pungkasnya.

 

MUHAMAD SHIDQY FANNANI

Calon Anggota Muda LPM ‘Jumpa’ Unpas

Editor: DONI SETIAWAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *