Bandung, Jumpaonline – Dalam memperingati 17 tahun Aksi Kamisan, para aktivis; mahasiswa, hingga masyarakat kembali berkumpul untuk menyuarakan isu-isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang belum tuntas ditegakan oleh pemerintah. Aksi kali ini berlangsung di depan Gedung Sate pada hari Kamis, 18 Januari 2024.
Wanggi, penggiat Aksi Kamisan, mengungkapkan bawasannya dalam peringatan ke-17 tahun Kamisan ini dianggap masih belum ada jalan untuk mencapai perwujudan dari selesainya kasus-kasus pelanggaran HAM yang masih belum terselesaikan. Sehingga hal terburuk yang dialami bangsa Indonesia adalah adanya kemunduran demokrasi dan kemunduran sebuah keadilan.
“Penegakan-penegakan yang berlangsung hanya lembaran-lembaran kecil saja. Sebab pada tahun-tahun sebelumnya keluarga korban diajak untuk berdiskusi di Istana Negara namun tetap tidak membuahkan hasil apapun,” ujar Wanggi.
Heri penggiat Aksi Kamisan, menyampaikan bahwa momen-momen Aksi Kamisan ini serupa dengan kasus orang hilang, penindasan, perampasan lahan, dan sejenisnya yang masih terus berlangsung. Bahkan, diperkirakan dalam skala tertentu, kasus-kasus tersebut akan mengalami eskalasi yang lebih serius dibandingkan dengan kondisi saat ini.
“Dengan kasus yang masih belum terselesaikan, terjadinya kehilangan keyakinan kepada negara untuk menuntaskan permasalahan tersebut disebabkan oleh seringnya terjadinya prosedur-prosedur yang menindas. Saya berharap agar teman-teman dapat meneruskan momen pelaksanaan Aksi Kamisan seperti ini, dengan harapan tidak ada satu pun Aksi Kamisan yang terlewatkan,” ujar Heri.
Refli Muhammad, peserta Aksi Kamisan mengungkapkan, keterlibatan dalam Aksi Kamisan ke-17 tahun ini untuk menyuarakan keadilan yang ada di Indonesia. Terutama keadilan akan HAM dan kekuasaan. Menurutnya, sebagai seorang pemuda perlu mengkritisi terhadap aksi-aksi pemerintah yang janggal atau tidak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.
“Kontradiktif tuntutan pemerintah kepada masyarakat, itu menjadi motivasi saya untuk terus mengikuti acara. Kita perlu ada dobrakan, perlu adanya segala sesuatu yang memang dirasa tidak normal, suarakan aja gitu,” ujar Refli Muhammad.
GITA AULIYA, DINA LUSIANA
Anggota Muda LPM ‘Jumpa‘ Unpas
Editor: PRITA STANIA AGUSTINA