Bandung, Jumpaonline – “Mimbar Rakyat Untuk Kebebasan Berekspresi” adalah salah satu aksi yang diadakan oleh Aliansi Jurnalis Independen Bandung, pada tanggal 20 Agustus 2022, di depan Gedung Sate. Aksi tersebut merupakan salah satu cara para Pers Mahasiswa (Persma) untuk mengekspresikan keresahannya terhadap kampus. Karena ketika akan menyuarakan keresahan yang cukup sensitif, maka tekanan akan datang dari pihak kampus maupun mahasiswa. Mulai dari pengurangan dana, kesulitan meliput isu kampus, bahkan pembekuan kegiatan oleh pihak birokrat.
Febri Agung, anggota Persma dari Arteri STIKES Bandung mengatakan, keresahan yang dialami oleh pers mereka yaitu pendanaan yang dikurangi oleh birokrat, campur tangan dalam pembuatan berita oleh elite kampus atau mahasiswa, dan tidak adanya independensi pers karena berada di bawah pengawalan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
“Keresahan Arteri Pers sekarang adalah tunjangan yang dikurangi, campur tangan terhadap Persma, lalu tidak adanya independensi karena berada di bawah naungan BEM. Padahal seharusnya kita terpisah dari mereka,” ujar Febri.
Kemudian, keresahan juga dialami oleh Fauzan Hartadi anggota PERSLIMA UPI Cibiru, mengenai kebingungannya terhadap pemberitaan kampus karena tidak memiliki lindungan apapun jika mengangkat berita kampus yang sensitif. Dia mengungkapkan perasaan yang tidak cukup bebas dalam menyuarakan suara teman-teman kampusnya, karena yang bertanggung jawab pertama kali mengenai pemberitaan adalah PERSLIMA.
“Sebenarnya saya sebagai Persma sedikit bingung, apakah kita perlu pro kepada kampus atau sebaliknya? Lalu, jika mengangkat isu kampus dengan pandangan yang dianggap buruk bagi masyarakat luar, diperbolehkan atau tidak? Karena kami tidak memiliki sokongan, sehingga sulit untuk membuat berita tentang kampus,” ungkap Fauzan.
Salma Fauziah, anggota Sentra Universitas Widyatama menjelaskan, keadaan Persma sekarang menjadi kurang kritis, karena sebelumnya terjadi pembekuan kegiatan yang dilakukan oleh pihak kampus. Dia mengutarakan sulit untuk memberitakan masalah yang terjadi, seperti mengangkat isu fasilitas yang kurang memadai atau administrasi online yang menyulitkan mahasiswa. Hal tersebut membuat Salma dan anggota Sentra lain perlu berpikir ulang saat akan mengangkat berita.
“Sebelum ini Sentra pernah dibekukan, karena meliput sesuatu yang sedikit kontroversial. Semenjak itu, Sentra menjadi kurang kritis dalam membahas isu-isu kampus, akibatnya banyak berita penting tidak diangkat,” pungkas Salma.
SIFA AINI ALFIYYAH