Tangkapan layar Mada (kiri atas) juru bahasa isyarat, Heru Margianto (tengah atas) Managing Editor Kompas.com, Nur Hidayati (kanan atas) Direktur Eksekutif Walhi Nasional, Adi Maulana (kiri bawah) Ketua Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin Makassar, dan Sinam Sutarno (kanan bawah) Ketua Jaringan Radio Komunitas Indonesia saat pembukaan acara webinar series 1, bertajuk Banyak Bencana: Apakah Indonesia Negeri Yang Dikutuk Tuhan? yang diselenggarakan oleh  Aliansi Jurnalis Independen pada Selasa, 2 Maret 2021. (Ariel Husnul Ahsani/JUMPAONLINE)

Nasional, Jumpaonline“Benarkah Indonesia negeri yang dikutuk Tuhan karena banyak orang Indonesia yang melakukan dosa-dosa besar?,” tanya Heru Margianto, Managing Editor Kompas.com, selaku moderator webinar yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen, bekerja sama dengan Google News Initiative bertajuk Banyak Bencana: Apakah Indonesia Negeri Yang Dikutuk Tuhan? pada Selasa, 2 Maret 2021 melalui Zoom dan Youtube Streaming. Pertanyaan tersebut disampaikan Heru dalam menanggapi sikap masyarakat Indonesia dan media yang masih sering mengaitkan bencana dengan azab Tuhan.

Menjawab pertanyaan Heru, Adi Maulana, Ketua Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin Makassar, menjelaskan bahwa Indonesia Selain itu, Indonesia juga berada pada garis khatulistiwa, yang membuat Indonesia memiliki curah hujan yang cukup ekstrim, sehingga Indonesia memiliki kerawanan terhadap banjir.

“Seharusnya masyarakat di doktrin dengan pemahaman bahwa Indonesia merupakan negeri seribu bencana, sehingga tumbuh kesadaran untuk literasi bencana sejak dini,” jelas Adi.

Sinam Sutarno, Ketua Jaringan Radio Komunitas Indonesia, menyatakan bahwa gunung meletus dan gempa bumi bukan merupakan bencana, melainkan peristiwa alam yang wajar terjadi. Gunung meletus dan gempa bumi bisa dikatakan bencana, ketika peristiwa alam itu menimpa masyarakat dan menimbulkan korban juga kerugian, sehingga media memiliki peran yang penting untuk membangun kesadaran itu.

“Media memiliki peran untuk mengidentifikasi, mengkaji, dan mengurangi resiko-resiko bencana dari segala kerawanan yang ada, sehingga ketika terjadi bencana, maka masyarakat tidak akan mengaitkannya lagi dengan kutukan Tuhan,” tutur Sinam.

 ur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional menambahkan, pemerintah tidak melakukan upaya sistematis untuk meminimalisasi atau bahkan menghilangkan resiko bencana, dilihat dari data kerugian yang ditimbulkan oleh bencana cukup besar setiap tahunnya. Nur Hidayati menyampaikan, bencana yang terjadi tidak ada kaitannya dengan kutukan Tuhan, namun dipengaruhi oleh segi kebijakan pemerintah, kesiagaan masyarakat, dan model pembangunan negara, yang mana bisa meminimalisir resiko korban dan kerugian.

“Saya pikir kutukan tuhan pun tidak datang jika manusia tidak melakukan sesuatu yang salah, kita harus menjaga hubungan yang baik dengan alam, termasuk juga memahami alam dimana kita tinggal,” pungkas Nur.

 

ARIEL HUSNUL AHSANI

Calon Anggota Muda LPM ‘Jumpa’ Unpas

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *