Busana adalah suatu hal yang dikenakan pada tubuh manusia, baik dengan tujuan melindungi tubuh atau pun malah memperindah penampilan diri. Pada umumnya, sebuah busana merupakan suatu ungkapan personal yang tak selalu sama setiap indvidunya. Revolusi dari busana akan selalu terjadi lebih cepat jika dikomparasikan dengan revolusi kebudayaan secara keseluruhan. Tercipta juga dalam dunia mode kata fashionable dan unfashionable untuk mengkategorikan seseorang dapat disebut mengikuti perkembangan busana atau tidak.
Pernahkah kalian terpikir bagaimana manusia dapat berkomunikasi dengan antar individu yang sebenarnya tidak hanya tercipta oleh faktor seperti kondisi fisik, pekerjaan, asal tempat tinggal, atau mungkin paras yang menggoda saja? Hal yang biasa dianggap sepele oleh beberapa orang yang ‘bekerja cepat’ malah menjadi sebuah “kunci emas” dalam berinteraksi, contohnya seperti pakaian yang dapat menstimulus pandangan orang lain dalam berkomunikasi. Menjadi individu yang cukup sering menghabiskan waktu sekitar kurang lebih 1 jam lamanya sebelum pergi berinteraksi keluar rumah hanya untuk bermain warna dan pola dari sebuah pakaian demi memenuhi rasa puas di dalam diri, akhirnya menyadari bahwa ketidakperluan itu disebabkan karena ingin selalu memberi kesan yang baik untuk sembarang orang asing yang akan ditemui di jalan.
Sebenarnya apa hubungannya busana dan kesan pertama? Fenomena terdekat yang kerap ditemui ialah ‘pakaian sederhana’ yang bagi sebagian orang biasa saja namun untuk sebagian peristiwa mungkin tidak pantas. Bisa disebabkan karena antara waktu yang singkat, tergesa-gesa hingga membatasi seseorang untuk bereksplorasi dengan pakaiannya atau pun hanya malas. Namun, alasan yang sering terdengar ialah bagaimana mereka menganggap berpakaian itu hanya perlu nyaman. Benar, tidak salah, namun tidak benar. Kesederhanaan bukanlah sesuatu yang perlu diperdebatkan, begitu juga dengan kenyamanan. Walaupun berpakaian merupakan bagian dari ekspresi manusia itu sendiri.
Komunikasi dibagi menjadi 2 bagian, diantaranya komunikasi verbal dan non-verbal. Komunikasi verbal sederhananya adalah komunikasi yang secara lisan diucapkan, sedangkan komunikasi non-verbal bisa disampaikan lewat bahasa tubuh atau media lainnya seperti salah satunya busana yang dikenakan. Busana menjadi salah satu cara berkomunikasi sejak diperlihatkan bagaimana kenyataan sosial bahwa penampilan ‘sebenarnya’ di atas segalanya, terutama saat pertama kali berjumpa dengan orang baru. Opini ini pun lahir semenjak adanya kata Beauty Privillege yang di mana hingga saat ini gemar digaungkan oleh pihak-pihak yang berelevansi dengan perasaan ketidakadilan di kehidupan sosial. Sayangnya, mereka harus perlahan berdamai dengan kondisi fisik yang bersifat absolut (tidak bisa dimungkiri/mutlak) dan mencari cara lain agar kehidupannya tidak terlalu menyakitkan bagi mereka, yaitu berpakaian guna mendapat kesan yang baik. Dalam paradigma mereka, perihal busana yang dikenakan dianggap sebagai “batu loncatan” dalam pertemanan, pekerjaan, percintaan, dan kehidupan sosialnya. Dengan busana, mereka dapat menyampaikan value atau pesan yang melekat dengan diri mereka seperti sebagaimana pakaian yang dikenakannya. Sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh Willis (1990:89) ”Young people learn about their inner selves partly by developing their outer image through clothes. They use style in the symbolic work to express and develop their understanding of themselves as unique person, to signifying who they are and they think they are.”
“Menciptakan kesan profesional dengan pakaian”, “Pakaian untuk bertemu dengan camer!”, “Mix n Match kencan pertama!”. Berikut beberapa contoh headline di laman internet ketika menelusuri kata pakaian dan kesan. Hal ini membuktikan bahwa manusia sampai membutuhkan panduan untuk berpakaian agar memudahkan mereka yang terbiasa menaruh usaha yang kecil hanya untuk berpakaian, karena mengutamakan kenyamanan dan kesederhanaan. Sehingga, hal ini merupakan hal yang saling berkolerasi karena terbukti dengan munculnya judul-judul artikel fashion yang bertujuan ‘membantu’ mereka. Tidak hanya dalam hal eksternal atau kasarnya menyenangkan orang lain, berpakaian juga membantu seseorang dalam hal eksplorasi ekspresi pribadi kepada diri sendiri yang di mana dapat dikategorikan menjadi komunikasi intrapersonal atau didefinisikan sebagai “Penggunaan bahasa dan pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri”.
Berpakaian dapat dikonklusikan menjadi hal yang penting untuk seseorang. Kesan pertama tidak hanya dilihat dari paras saja, namun juga dari bagaimana mereka membawa diri mereka di mata orang lain. Namun, kesederhaan dan kenyamanan seseorang tetap menjadi hal yang patut diprioritaskan dalam konteks berpakaian. Ada kalanya seseorang terbiasa berpakaian rapih dan ekstra juga lelah harus selalu terlihat baik di mata orang lain atau bahkan mungkin di mata orang asing. Kesederhaan dan kenyamanan bukan hal yang salah dan akan menjadi hal yang tak benar jika tidak diselaraskan dengan konteks atau kondisi yang terjadi.
NIESRYNA AURA
Kontributor LPM ‘Jumpa’ Unpas
Editor: DONI SETIAWAN
Referensi:
Trisnawati, Tri, Yulia. (2011). Fashion sebagai Bentuk Ekspresi Diri dalam Komunikasi, The Messenger, Volume III, 12, https://journals.usm.ac.id/index.php/the-messenger/article/download/268/170.