sumber: exabytes.co.id

Abad 21 merupakan masa dimana teknologi peradaban manusia sudah berkembang dengan pesat. Kemajuan teknologi melahirkan banyak kemudahan yang dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Kini, manusia tidak perlu lagi bersusah payah dalam memenuhi kebutuhan pribadinya. Hal itu tidak lepas dari peranan gawai yang memudahkan berbagai aktivitas seperti berkomunikasi, berbelanja, dan mencari berbagai informasi yang dibutuhkan.

Gawai, atau lebih akrab disapa handphone merupakan sebuah alat komunikasi ‘ajaib’ yang telah berjasa dalam kehidupan manusia. Melalui alat tersebut, manusia dapat mengakses banyak fitur dengan berbagai tujuan yang beragam pula. Salah satu fitur yang sering digunakan adalah internet. Menurut KBBI, internet merupakan jaringan komunikasi elektronik yang menghubungkan jaringan komputer dan fasilitas komputer yang terorganisasi di seluruh dunia melalui telepon atau satelit. Internet menjadi tempat untuk mencari berbagai informasi, baik informasi yang memiliki urgensi ataupun informasi yang digunakan hanya untuk kesenangan semata.

Internet merupakan surga bagi mereka yang dapat memanfaatkannya dengan baik. Dengan kecanggihan internet, maka terbuka lebar pintu untuk mendapatkan informasi. Usia tua maupun muda dapat dengan mudahnya mencari apapun yang mereka inginkan di internet. Tapi, apa jadinya bila internet digunakan oleh anak di bawah umur yang masih belum bisa mengatur mana hal yang baik dan buruk?

Badan Pusat Statistik mencatat, bahwa mayoritas anak usia 5 tahun keatas di Indonesia pada tahun 2021, dengan persentase mencapai 88,99%, mengakses internet untuk media sosial. Selain untuk media sosial, sebanyak 66,13% dari mereka mengakses untuk memperoleh informasi atau berita. Adapun sebanyak 63,08% mengakses untuk hiburan dan 33,04% untuk mengerjakan tugas sekolah. Data tersebut membuktikan bahwa mayoritas anak di Indonesia sudah tidak asing lagi dengan internet. Setiap harinya mereka akan disuguhkan berbagai macam informasi. Sayangnya, masih banyak orang dewasa yang masih belum memilah informasi mana saja yang seharusnya dikonsumsi anak-anak kecil. Sebagian besar dari mereka tidak menyadari dampak jika anak terlalu sering terpapar informasi buruk.

Salah satu buktinya adalah semakin maraknya kekerasan yang dilakukan oleh sesama anak. Faktor yang dapat menyebabkan anak menjadi familier dengan kekerasan adalah tersebarnya video kasus kekerasan tanpa sensor di internet. Hal tersebut akan mempengaruhi pemikiran anak yang masih harus didampingi. Bagi anak, kekerasan yang mereka saksikan dari internet merupakan penemuan yang menarik dan berpotensi untuk ditiru dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bisa berdampak pada perubahan sikap anak yang menontonnya, sehingga anak cenderung bersikap kasar kepada keluarga ataupun teman. Tentu, jika terus dibiarkan lambat laun anak akan menjadi pribadi yang agresif dan menganggap kekerasan merupakan hal lumrah yang dapat dinormalisasi.

Sering ditemukan kasus perundungan yang terjadi di kalangan usia anak sekolah. Dalam melancarkan aksinya, anak-anak membentuk sebuah kelompok yang akan mencari target untuk diganggu. Hal ini merupakan representasi dari kekerasan secara berkelompok yang pemberitaannya sering dimuat di internet. Korban akan menjadi bahan eksperimen untuk mempraktikkan apa yang sudah mereka tonton. Mereka melakukan kekerasan secara verbal berupa memberi cacian atau berkata kasar kepada korban. Selain kekerasan verbal, terjadi pula kekerasan fisik dengan skala kecil maupun besar yang berlindung di balik kata “bercanda”. Padahal, kelompok tersebut sedang melakukan hal yang menyakiti teman sebaya mereka sendiri. Perundungan ini dapat membuat korban ketakutan bila sedang berada di lingkungan sekolah. Tak jarang beberapa dari korban mengalami fase depresi atau bahkan yang lebih parah dari itu, bunuh diri misalnya, karena tidak merasakan ketenangan dalam hidupnya.

Selain ujaran kekerasan, anak yang tengah memasuki fase remaja awal juga mulai terpapar banyak konten pornografi. Pada fase ini para remaja sedang melalui proses eksplorasi untuk mencari jati diri ataupun kesenangannya sendiri. Menurut KBBI, pornografi adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi. Pornografi sendiri merupakan sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat (UU No. 44 Th 2008 tentang pornografi).

Peran internet menjadi sangat berpengaruh dalam penyebaran konten pornografi di kalangan remaja. Internet menjadi tempat yang sangat luas, sehingga para remaja akan mudah menemukan konten tersebut hanya dengan mengetikkan kata kunci yang diinginkan.  Kecanduan pornografi akan membawa dampak buruk bagi para remaja, seperti kerusakan otak secara berkala, gangguan dalam mengelola emosi, serta kehilangan kebiasaan untuk hidup teratur dan tertib. 

Internet dapat diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Jika dipakai untuk hal baik, maka pengguna akan merasakan manfaatnya. Namun, jika internet disalahgunakan, maka hal sebaliknya yang akan terjadi. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran untuk memilah apa saja yang harusnya dikonsumsi anak, mengingat bahwa internet sudah berperan besar dalam kehidupan sehari-hari. Orang dewasa perlu melakukan penyaringan konten sebelum diberikan kepada anak. Dalam hal ini peran orang tua, masyarakat, dan lingkungan sekitar sebagai orang dewasa tentu sangat penting agar anak tidak terjerumus ke dalam gelapnya jurang internet. Upaya pertama dapat dimulai dengan memberikan batasan yang disertai pendampingan saat anak tengah menggunakan internet. Setelah itu, perlu juga diberikan edukasi mengenai konten mana saja yang boleh digunakan anak sesuai umurnya. Selain itu, anak juga perlu diberitahu dampak yang akan terjadi jika terlalu banyak mengetahui informasi yang belum seharusnya diketahui.

Upaya tersebut akan terasa lebih maksimal jika disertai dengan ajakan orang tua untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat secara bersama-sama, seperti membaca buku ataupun berolahraga. Di sisi lain, anak harus dibiasakan untuk meminimalisir penggunaan gawai dan jaringan komputer, sehingga tidak akan terlalu larut dalam jeratan internet.

 NIPA RIANTI NUR RIZKI DEWI

Anggota Muda LPM ‘Jumpa’ Unpas

Editor: HAIDAR ALI

 

Referensi:

(n.d.). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK. Retrieved February 18, 2024, from https://kepri.kemenag.go.id/public/files/180920171136331140673089.pdf

BPS: 88,99% Anak 5 Tahun ke Atas Mengakses Internet untuk Media Sosial. (2021, November 24). Databoks. Retrieved February 18, 2024, from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/24/bps-8899-anak-5-tahun-ke-atas-mengakses-internet-untuk-media-sosial

Dampak Kecanduan Pornografi Bagi Anak. (2022, March 7). Direktorat SMP. Retrieved February 18, 2024, from https://ditsmp.kemdikbud.go.id/dampak-kecanduan-pornografi-bagi-anak/

8 Dampak Negatif Internet bagi Anak yang Perlu Orangtua Tahu. (n.d.). Hello Sehat. Retrieved February 18, 2024, from https://hellosehat.com/parenting/anak-6-sampai-9-tahun/perkembangan-anak/dampak-negatif-internet-bagi-anak/ 

RSUP Dr. Sardjito | Dampak Pornografi Bagi Kesehatan pada Remaja, Apakah Berbahaya ? (2019, October 30). RSUP Dr Sardjito. Retrieved February 18, 2024, from https://sardjito.co.id/2019/10/30/dampak-pornografi-bagi-kesehatan-pada-remaja-apakah-berbahaya/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *