Bicara soal perlindungan terhadap masyarakat seharusnya mudah saja. Tidak perlu susah payah rakyat bertanya-tanya apakah mereka akan dilindungi? Tercantum jelas dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan hak-hak masyarakat Indonesia, salah satunya terdapat pada Pasal 28D Ayat 1 “Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.” Banyak sekali hak yang seharusnya didapatkan oleh masyarakat. Namun tak usah muluk-muluk mengharapkan semua hak bisa terpenuhi. Setidaknya, mari kita tuntut dan suarakan satu hak yang seharusnya kita dapatkan dari negara, yaitu perlindungan.
Indonesia adalah negara hukum. Segala bentuk Hak dan Kewajiban diatur dalam undang-undang yang telah disempurnakan (Walau nyatanya masih banyak kecacatan). Sebagai warga negara Indonesia yang hak-haknya dijamin oleh negara, tentu kita berhak untuk menuntut dan memintanya. Janji-janji manis negara, tercantum dalam undang-undang yang kita sebut sebagai pedoman. Siapa yang melanggar? Dia harus dihukum. Siapa yang tak patuh? Dia harus dihukum. Memang begitu cara kerjanya.
Mereka bilang, Indonesia negara hukum, tapi nyatanya keadilan hanya berlaku untuk kalangan atas. Indonesia negara hukum, tapi nyatanya hukum berlaku tajam ke bawah, tumpul ke atas. Indonesia negara hukum, tapi nyatanya tidak ada ruang aman untuk rakyat biasa.
Aparat penegak hukum adalah institusi yang bertanggung jawab dalam penegakan hukum di Indonesia. Mereka yang diberi kewenangan untuk melaksanakan proses peradilan, menangkap, memeriksa, mengawasi, atau menjalankan perintah undang-undang di bidangnya masing-masing. Terkhusus bagi kepolisian yang secara langsung diperintahkan untuk melindungi masyarakat. Sebuah instansi yang akan turun langsung demi kepentingan rakyat. Mereka berperan untuk menjaga ketertiban masyarakat dan menjamin bahwa segala bentuk aturan harus diterapkan dengan sebagaimana mestinya. Polisi akan dengan sigap mencari dan mengejar siapa yang berani melanggar. Pertanyaannya, bagaimana jika mereka yang melanggar?
Melindungi, Mengayomi, dan Melayani Masyarakat
Pernah mendengar kalimat tersebut? Entah bagaimana kalimat tersebut rasanya kini hanya menjadi omong kosong belaka. Dikatakan miris, ya tentu saja. Janji-janji manis itu terus terucap. Bahkan secara hukum dengan gagahnya mereka sebutkan “Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.” Dipenuhi atau tidak yang penting tercantum saja dalam undang-undang, sedangkan pertanggungjawaban urusan belakangan. Namun yang jelas, rakyat tidak bisa lagi dibodohi oleh mereka yang katanya Sang Pelindung Rakyat. Jangankan mengayomi dan melayani, melindungi rakyat saja mereka tidak becus. Tidak terima? Akan saya berikan faktanya.
1 Oktober 2022, peristiwa yang akan selalu diingat, Tragedi Kanjuruhan terjadi. Polisi menembakkan gas air mata di dalam stadion, bahkan ke arah tribune penonton sekalipun. Data terakhir yang didapatkan detiknews 2022 lalu, sejumlah 125 orang meninggal dunia.
29 November 2023, terjadi di Sulawesi Utara, 2 oknum polisi menembak 4 orang nelayan terduga pengebom ikan. Dua di antara nelayan tersebut meninggal dunia. Oknum berdalih melakukan penembakan karena membela diri.
22 Agustus 2024, rakyat melakukan aksi demonstrasi untuk menggagalkan putusan Mahkamah Konstitusi. Aksi terjadi di beberapa kota seperti Palembang, Padang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan kota lainnya. Aparat kepolisian melakukan pengamanan berlebihan, represifitas, intimidasi, hingga kekerasan pada massa aksi. Di Bandung, 31 orang mendapatkan kekerasan oleh polisi, dua di antaranya mengalami kebocoran pada kepala.
22 November 2024, terjadi di Solok Selatan Sumatera Barat, seorang oknum polisi menembak rekannya yang sesama polisi. Tembakannya menembus pelipis kanan kepala korban ke bagian belakang kepala hingga tewas.
24 November 2024, seorang pelajar SMKN 4 Semarang bernama Gamma dituduh mengikuti tawuran gangster, oknum polisi menembak bagian pinggulnya hingga tewas. Oknum memberikan alasan penembakan tersebut dilakukan untuk melerai tawuran.
25 November 2024, Beni terduga pencuri Kelapa Sawit tewas ditembak oknum Brimob Polda. Korban tertembak tepat pada bagian pinggul. Dansat Brimob Polda Bangka Belitung meminta maaf atas tindakan penembakan.
Bahkan saya sendiri sudah lelah mendengar banyaknya berita represifitas yang dilakukan oleh aparat. Berita-berita di atas mungkin saja hanya sebagian dari banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan aparat polisi. Entah itu kekerasan aparat kepada warga sipil atau bahkan kepada sesama rekan aparatnya sendiri. Lantas, jika dilihat dari kasus yang disebutkan, apakah dapat dikatakan polisi sebagai pelindung rakyat? Sudah sejauh mana mereka melindungi kita? Akan saya berikan fakta-fakta selanjutnya untuk membantu kalian menemukan jawaban dari segala pertanyaan.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengungkapkan fakta bahwa terdapat 645 kekerasan yang melibatkan anggota Polri sejak Juli 2023 hingga Juni 2024. Bahkan tindakan kekerasan yang dilakukan aparat polisi ini mayoritas berkaitan dengan penggunaan senjata api. Berdasarkan catatan Kontras, 460 dari total peristiwa kekerasan berkaitan dengan penembakan, 52 penganiayaan, 37 penyiksaan, 49 penangkapan sewenang-wenang, 37 peristiwa pembubaran, dan 33 intimidasi. Benarkah mereka yang kita sebut sebagai pelindung rakyat?
Amnesty International Indonesia mencatat jumlah penyiksaan oleh aparat penegak hukum dalam tiga tahun terakhir. Periode 2021-2022 terdapat setidaknya 15 kasus dengan 25 korban, lalu periode 2022-2023 naik menjadi setidaknya 16 kasus dengan 26 korban. Bahkan pada periode 2023-2024 kasus kekerasan tersebut melonjak menjadi setidaknya 30 kasus dengan 49 korban. Amnesty juga mencatat bahwa selama tiga periode tersebut, pelaku penyiksaan didominasi oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebanyak 75%, personel TNI 19%, gabungan anggota TNI dan Polri 5%, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) 1%. Setidaknya data ini disampaikan pada 26 Juni 2024 lalu.
Sebagai sesama rakyat biasa, saya tidak merasa harus menghasut kalian untuk membenci mereka. Namun, melihat banyaknya warga sipil yang tumbang akibat tindakan yang dilakukan oleh aparat, tentu hal itu membuat saya marah. Saya akan biarkan kalian tenggelam dalam keheningan, mencari jawaban yang ada pada benak kalian. Ini adalah hal serius yang harus dituntaskan, negara harus bertanggung jawab. Mau bagaimanapun, kekacauan ini dilakukan oleh mereka yang diutus sebagai pelindung rakyat. Saya ulang kembali pertanyaannya, sampai sini masih pantaskah mereka kita sebut sebagai pelindung?
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Landasan hukum yang mengatur dan menetapkan tugas-tugas Polri sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, termasuk kewajibannya sebagai Aparat Penegak Hukum. Undang-undang ini dengan gagahnya memberikan harapan bahwa akan ada yang melindungi rakyat. Seolah-olah rakyat tidak perlu takut sebab ada mereka yang siap turun langsung menjaga ketertiban. Ada mereka yang siap pasang badan demi melindungi kita dengan segenap jiwa raganya.
Pasal 4: Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Pasal 5:
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Tugas–tugas polisi sendiri tercantum dalam pasal 14 secara jelas. Melihat dari undang-undang tersebut, lebih dari satu kali disebutkan bahwa polisi memberikan perlindungan kepada masyarakat. Omong kosong. Adanya undang-undang di atas seharusnya menjadi pedoman pasti bagi kerja-kerja kepolisian. Tidak ada ruang untuk impunitas, tidak ada ruang untuk perlakuan istimewa hanya karena mereka mengenakan seragam. Polisi adalah abdi negara, dan negara ada untuk melayani rakyat, termasuk melindungi rakyat, bukan sebaliknya. Bentuk perlindungan seperti apa yang nyatanya diberikan oleh polisi? Apakah pemukulan? Atau penembakan? Rakyat berhak marah dan menuntut!
Polisi, yang selama ini dianggap sebagai penjaga keamanan dan ketertiban, kini menjadi simbol ketidakadilan bagi sebagian besar masyarakat. Polisi yang seharusnya menjadi pelindung, justru menjadi garda paling depan untuk menghabisi rakyat. Mereka yang seharusnya menjaga kedamaian, justru menambah kerusuhan! Lagi-lagi aparat yang seharusnya memberi rasa aman, kini justru menghadirkan ketakutan bagi rakyatnya sendiri.
Jadi, kepada siapa rakyat harus berlindung?
ALYA NATASYA
Editor: NIPA RIANTI NUR RIZKI DEWI
Sumber Referensi:
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Amnesty International Indonesia. (2024, June 24). Penyiksaan Oleh Aparat Penegak hukum Kian Mengkhawatirkan. Amnesty.id.
Singgih Wiryono, Krisiandi. (2024, July 1). Kontras Catat 645 Kekerasan Libatkan Polisi dalam Setahun. Kompas.com.
Annisa. (2024, November 12). Hak dan Kewajiban Warga Negara Dalam UUD 1945. Fakultas Hukum Umsu.
https://fahum.umsu.ac.id/hak-dan-kewajiban-warga-negara-dalam-uud-1945/