Rasulullah saw bersabda: “Jika amanah disia-siakan, tunggulah saat kehancuran”. Sahabat bertanya: “Bagaimana menyia-nyiakan amanah itu?” Jawab Rosul: “Jika urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR Bukhari)
Hadis di atas diperkuat dengan sejumlah ayat Al-Quran tentang keharusan umat islam menyerahkan amanah kepada ahlinya. Dalam QS. An-Nisa Ayat 58 Allah Swt menegaskan “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil“.
Rindu akan pemimpin yang amanah dan adil adalah suara hati yang kekal, tulus, dan fitrah dasar jiwa. Pemimpin yang amanah dan adil selalu mendahulukan kebenaran dan kepentingan umum, sungguh-sungguh dalam menerapkan syariat Islam, sangat bijak dalam memberikan hak-hak rakyat serta hidup sederhana selagi kemakmuran belum menimpa rakyat yang dipimpinnya.
Pemimpin yang amanah dan adil akan masuk pada golongan orang yang dicintai oleh Allah Swt, dikatakan demikian karena mereka mendatangkan manfaat bagi orang lain. “Orang yang paling dicintai Allah Swt adalah orang yang paling berguna di antara mereka“. “Dan perbuatan yang paling dicintai oleh Allah SWT ialah kegembiraan yang dimasukkan kedalam diri orang muslim, tau menyingkirkan kegelisahan dari diri mereka, atau membayarkan utangnya, atau menghilangkan rasa laparnya…,” Sabda Rasulullah saw.
Kerinduan kepada pemimpin yang amanah dan adil memang laksana mimpi yang tak berujung. Dunia memang belum kiamat dan masih tersisa orang-orang yang baik di belahan bumi ini. Tetapi, hidup di zaman ini, baik saja tidak cukup. Harus dilengkapi dengan kekuatan. Agar kebaikan bisa mengalir bersama denyut masyarakat. Kerinduan memang tak harus kita sembunyikan. Bagaimana tidak? Sudah terlalu lama kita menanti hadirnya keadilan pemimpin di tengah-tengah kita.
Hanya dengan kepemimpinan yang adil dan amanah lah kita dapat mencapai kehidupan yang harmonis. Kemampuan bersikap adil juga bertumpu pada kompetensi yang dimiliki seorang pemimpin, sesuai bidang wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Hadis di atas menjelaskan bahwa menyerahkan kepemimpinan pada orang yang tak memiliki kompetensi hanya akan mendatangkan kehancuran. Itulah kenapa kita diminta untuk lebih melihat kualitas ucapan seseorang dibanding siapa figur yang mengucapkannya. Dari sini kita bisa memahami kenapa Allah Swt begitu menjunjung tinggi pemimpin yang adil dan amanah, tapi di sisi lain juga menghinakan pemimpin yang dzolim.
Amanah kekuasaan sungguh merupakan beban yang berat, namun sangat mulia jika dilaksanakan dengan baik. la menjadi sarana meraih kebahagiaan dan surga, tetapi bisa juga menjadi jalan bagi pengembannya untuk menuju kenistaan dan neraka. Berharap kita tidak salah pilih. Kita juga berdoa, semoga para pemegang amanah kekuasaan menyadari dan melaksanakan tanggung jawab besarnya.
Perubahan adalah idaman setiap lapisan masyarakat di negeri ini. Kita turut bertanggung jawab atas terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik di negeri ini, atas tegaknya syiar Islam dan terwujudnya kesejahteraan lahir batin. Tugas kita sebagai rakyat adalah menyerahkan amanah kepada ahlinya yakni orang yang beriman, saleh, berilmu, dan siap menegakan syiar Islam, bukan politisi bermasalah.
Mari kita lakukan pemilihan yang rasional, bukan emosional apalagi irasional. Kita pun akan ditanya oleh Allah Swt tentang pilihan kita. Kita turut bertanggung jawab atas tegaknya kepemimpinan atau pemerintahan yang bersih dan jujur. Suara kita sangatlah mahal, tidak ternilai dengan harta benda. Wallahu’alam.
ASEP SAEFUL BAKHRI
Fungsionaris DKM Ulil Ilmi Unpas
Dieditori ulang oleh ALYA NATASYA
*Tulisan ini pernah diterbitkan di PELMA Jumpa (Edisi/XXXII/SEPTEMBER/2004)