Potret aksi demo oleh buruh Serikat Pekerja Nasional pada Kamis, 16 November 2023, di depan Gedung Sate. (Anabella Nursyafitri/JUMPAONLINE)

Bandung, JumpaonlineDisahkannya PP No. 51 tahun 2023 tentang pengupahan pada 10 November lalu menimbulkan beberapa tanggapan negatif, terutama dari kalangan buruh. Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jawa Barat menjadi salah satu pihak yang melakukan aksi demo atas implementasi PP ini di depan Gedung Sate, pada Kamis, 16 November 2023. 

Dadan Sudiana, Ketua DPD SPN Jawa Barat mengungkapkan, formulasi perhitungan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tersebut sangat merugikan pekerja buruh yang berada di Jawa Barat. Hal ini akan mengakibatkan kenaikan upah minimum yang jauh dibawah tingkat inflasi dan dapat melemahkan daya beli buruh dalam laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2024 mendatang. 

“Karena dalam PP itu kenaikan upah mininum untuk 2024 hanya mengacu kepada inflasi ditambah laju pertumbuhan ekonomi dikali alfa atau indeks tertentu (rentang 0,1% sampai 0,3%-red). Hal ini dapat mengakibatkan buruh akan kesulitan dalam bertahan hidup,” ujar Dadan. 

Ia pun menilai dengan besarnya disparitas upah antar berbagai daerah di Jawa Barat ditambah dengan disahkannya UU Cipta Kerja Omnibus Law maka perlu adanya perubahan dalam formulasi perhitungan PP ini. Hal ini dimaksudkan agar kenaikan UMP pun meningkat setidaknya menjadi 15% dan para buruh pekerja pun dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. 

“Apalagi sekarang di Jawa Barat disparitas upah itu sangat besar. Di Bekasi dengan di Banjaran sudah bedanya sekitar 3 jutaan. Di Banjaran cuman 2 jutaan UMK-nya, di Bekasi sudah 5 jutaan. Ditambah lagi kemarin pekerja buruh (dihadapi-red) dengan Covid, kan sudah tidak naik (upah minimumnya-red) selama 3 tahun ini. Maka perlu adanya reborn,” ucap Dadan. 

Senan, salah satu buruh pabrik yang mengikuti aksi demo SPN, berpendapat bahwa pemerintah terkesan mengesampingkan keinginan buruh dalam kenaikan UMP. Sebab, dengan penerapan PP ini kenaikan upah minimum di berbagai provinsi akan tidak merata. Selain itu, kenaikan harga kebutuhan pokok yang tidak selaras dengan kenaikan upah akan sangat menyulitkan kehidupan para buruh pekerja. 

“Kenaikan upah itu semestinya (mengikuti-red) keinginan kita dari pasca pandemi, yakni 15%. Jika pemerintah tidak mendengarkan, kasihan juga kan buruh di perusahaan. Nah ini yang harusnya menjadi perhatian para pejabat saat ini,” pungkas Senan. 

ANABELLA NURSYAFITRI 

Editor : HAIDAR ALI 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *