tater-isbi

Komachi (Shofa Sophiyah) sedang berdialog dengan Penyair (Riki Dwi Mustopa) dalam pertunjukan teater Sobota Komachi di Gedung Kesenian Sunan Ambu pada Jumat, 11 Agustus 2017. Sobota Komachi  merupakan bagian dari Five Modern Noh Plays karya penulis Jepang, Yukio Mishima. (M. Fauzi Mubarak / JUMPAONLINE)

Bandung, Jumpaonline – “Hanya laki-laki gila yang menganggap bahwa perempuan cantik akan menjadi jelek dengan berlalunya tahun”

Kalimat tersebut keluar dari mulut Shofa Sophiyah yang berperan sebagai Komachi saat pementasan teater Sotoba Komachi karya penulis Jepang, Yukio Mishima. Shofa menampilkan karya Yukio Mishima dalam rangka Ujian Akhir jurusan Seni Teater Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung yang bertempat di gedung kesenian ISBI pada Jumat, 11 Agustus 2017. Shofa tidak sendiri dalam memainkan kisah Komachi, ia ditemani Riki Dwi Mustopa yang berperan sebagai Penyair.

Pertunjukan diawali dengan Komachi wanita 99 tahun berjalan bungkuk memasuki panggung, kemudian ia melangkah ke arah sebuah bangku untuk duduk. Di atas bangku wanita tua itu menyalakan sebatang rokok. Tanpa disadari Komachi, seorang laki-laki mengawasi dari sebelah bangku taman. Laki-laki tersebut adalah sang penyair yang sedang mabuk. Ia mendekati Komachi dan mereka berdua mulai berdialog.

Dari awal dialog itu, penyair menunjukkan sikap heran dan menghina terhadap pemikiran Komachi. Namun setelah beberapa saat, pandangan penyair terhadap Komachi berubah. Ia melihat Komachi sebagai wanita cantik. Tapi Komachi tidak menginginkan sang penyair untuk berkata bahwa komachi memiliki wajah cantik.

“Semua laki-laki yang pernah memuja kecantikanku telah meninggal. Dan sekarang aku punya perasaan, bahwa setiap orang yang mengatakan aku cantik harus meninggal,” ucap Komachi.

Namun sang Penyair bersikeras mengucapkan kalimat sakral tersebut. Hingga di penghujung drama, kata yang dilarang komachi pun terlontar dari mulut sang penyair dan membuatnya meninggal, menandakan pertunjukan Sotoba Komachi berakhir.

Sotobo Komachi adalah drama berlatar kawasan urban dan merupakan bagian dari Five Modern Noh Plays karya Yukio Mishima. Pesan yang ingin disampaikan melalui Sotoba Komachi adalah tentang cinta. Cinta dalam artian yang lebih luas dari cinta kepada lawan jenis. Lebih jelasnya cinta terhadap negara dan kebudayaan sendiri.

“Mencintai pasti ada resiko, resiko itu adalah kematian. Hal ini juga berlaku dalam mencintai budaya bangsa, dalam kaitannya dengan budaya Jepang risikonya adalah harakiri,” kata Rachman Sabur, sutradara sekaligus pembimbing pertunjukan teater ini.

Menurut Sabur, Satoba Komachi atau yang diadaptasi oleh penerjemah menjadi Malam Terakhir membicarakan juga soal kekhawatiran Mishima terhadap derasnya ekspansi budaya barat yang melanda Jepang saat itu. Mishima khawatir budaya Jepang akan hilang karena ekspansi itu.

EGI BUDIANA

One thought on “Kisah Komachi dalam Pertunjukan Teater ISBI”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *