Potret kegiatan perkuliahan di Fakultas Hukum pada 11 Oktober 2022. Foto diambil sebelum dosen masuk untuk mengajar mata kuliah Ilmu Negara. (Alya Natasya/JUMPAONLINE)

“Saya lebih nyaman ketika perkuliahan itu dilaksanakan offline sepenuhnya. Jadi, tidak masalah dengan sistem kampus yang menerapkan bahwa mahasiswa itu melakukan pembelajaran, tidak hanya di dalam kelas tapi juga praktik langsung ke luar kelas seperti melihat langsung tatacara peradilan di persidangan. Hanya saja, saya masih cukup keberatan dengan matkul-matkul yang masih diadakan secara daring melalui Zoom. Kenapa? Karena penyampaian materi yang disampaikan oleh pihak dosen seringnya juga tidak tersampaikan secara maksimal,” keluh Davina Awalia, salah satu mahasiswi jurusan Ilmu Hukum angkatan 2022 saat diwawancarai pada Sabtu, 14 Oktober 2023. Ia telah menjalani perkuliahan hybrid semenjak semester satu. 

Fakultas Hukum (FH) diketahui telah menerapkan kebijakan hybrid semenjak pandemi berakhir di tahun 2021. Namun, sejak 2022 hingga 2023 saat ini,  kebijakan perkuliahan hybrid tersebut mengalami perubahan makna, dari yang awalnya hanya berupa opsi luring dan daring, kini kebijakan tersebut menghadirkan tiga opsi pembelajaran yang merujuk pada tipe pembelajaran daring, luring, dan kombinasi pembelajaran dalam kelas serta luar kelas.

Dalam praktiknya, kebijakan ini menuai sejumlah keluhan yang berasal dari mahasiswa. Selain persoalan efektivitas pemberian materi, penyebaran informasi juga menjadi perhatian utama. Davina menuturkan bahwa penyebaran informasi dari pihak akademik sering kali berjalan tak efektif. 

“Di sini poin yang menjadi kurang efektifnya adalah informasi dari pihak akademik ke mahasiswa tentang sistem hybrid yang baru ini, tidak disebarluaskan secara maksimal. Jadi, kami sebagai mahasiswa juga merasa kebingungan. Sebenarnya tidak hanya mahasiswa, dosen juga merasa sangat keteteran lah gitu bahasanya mah untuk melakukan penyesuaian dengan sistem hybrid yang baru ini,” ungkap Davina.

Senada dengan Davina, Faris Azhar Hasibuan juga memiliki keresahan yang serupa. Mahasiswa angkatan 2022 ini juga kurang mengetahui informasi soal sistem hybrid yang baru diterapkan ini. 

“Kalau itu, kurang tahu sih gimana bedanya. Karena selama ini yang diterapkan hybrid itu ada pembelajaran secara online ataupun offline dalam satu waktu gitu, selama di FH,” jawab Faris ketika ditanyai oleh tim Jumpaonline pada Rabu, 15 November 2023.

Kebijakan Akademik di FH

Dewi Asri Yustia, Wakil Dekan 1 FH, menyampaikan, bahwa FH sedang melakukan perubahan kebijakan kurikulum. Perubahan tersebut didasarkan pada kebijakan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hanya saja tidak diadopsi secara langsung, melainkan dengan bertahap.

“Salah satu kebijakan kemendikbud itu adalah berkaitan dengan kurikulum berbasis OBE, berbasis KKNI, dan juga berbasis MBKM,” terang Dewi.

OBE, atau yang biasa dikenal dengan kepanjangannya Oriented Basic Education, secara ringkas adalah salah satu pendekatan yang digunakan dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. OBE berfokus kepada tujuan, atau dalam konteks kurikulum pendidikan, yaitu profil lulusan dan juga Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL).

Sementara itu, KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) merupakan pernyataan kualitas Sumber Daya Manusia, yang tahapan kualifikasinya didasarkan kepada CPL. Konsep KKNI ini bermula dari terbitnya Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), yang mendorong seluruh Perguruan Tinggi untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan tersebut.

Adapun, Program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) lebih ditujukan untuk meningkatkan kompetensi lulusan, baik soft skills maupun hard skills. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa lebih siap dalam menghadapi dinamika zaman.

“Karena ada kebijakan dari pemerintah itu maka kita melakukan perubahan secara gradual, termasuk juga secara basic. Salah satu perubahan secara basic-nya itu adalah bahwa kita mengubah tentang profil lulusan. Sekarang itu kan profil lulusannya harus riil, tidak seperti dulu, dimana profil lulusan itu abstrak,” jelas Dewi.

Dewi melanjutkan, perubahan ini berimplikasi pada perubahan kurikulum. Kurikulum akhirnya juga harus merujuk pada profil lulusan yang riil tersebut. Hal ini akhirnya berujung kepada pembentukkan mata kuliah kajian, bukan Peninjauan Kembali seperti yang diterapkan di masa lampau. Mata kuliah kajian ini dibentuk berdasarkan kajian-kajian yang memang diperlukan mahasiswa saat menjadi sarjana, dalam praktik profesinya.

“Kalau hukum itu kan ilmu aplikatif, bukan ilmu teori saja. Bagaimana bisa menjadi seorang jaksa, kalau tidak pernah ke pengadilan, memperhatikan bagaimana bicaranya seorang jaksa. Bagaimana dia menyanggah, dan lain sebagainya,” ucapnya.

Alasan Hybrid: Murni karena Perubahan Kebijakan Kemendikbud? 

Pada kurikulum yang baru ini, terdapat beberapa mata kuliah yang hanya berisikan teori. Dewi berpandangan bahwa mata kuliah semacam ini, sebaiknya diadakan secara daring. 

Sebetulnya, terdapat alasan lain yang ikut berkontribusi pada perubahan kebijakan perkuliahan FH. Dewi sendiri mengakui bahwa keterbatasan fasilitas menjadi salah satu biang keladinya. 

“Kita punya fasilitas yang cukup terbatas. Di fakultas, fasilitas parkir, fasilitas kelas, itu kan cukup terbatas,” ungkap Dewi.

Davina juga mengakui bahwa memang fasilitas di FH itu terbatas. Meskipun begitu, ia tetap berpandangan bahwa pembelajaran mata kuliah teoritis yang selama ini dilakukan secara daring imbas dari kebijakan hybrid, perlu diusahakan secara luring. Faris juga sependapat dengannya.

“Karena kesannya, dosen hanya menyampaikan materi, dan mahasiswa juga kebanyakan, yang online nih tidak serius yang mengikuti pembelajaran,” ucap Faris.

Merespons hal ini, Dewi mengutarakan bahwa FH sudah melakukan investasi di bidang infomation technology sejak masa pandemi Covid-19. 

“Jadi teknologi IT kita sudah investasi. Nah kalau tidak dimanfaatkan maksimal kan sayang tuh,” ucap Dewi.

Fasilitas dan Investasi Sistem di FH

Ketika diwawancarai pada Senin, 20 November lalu, Firdaus Arifin, wakil Dekan II FH menyatakan bahwa FH sudah memiliki rencana untuk membangun fasilitas ruang pembelajaran digital terintegrasi.

Firdaus menyampaikan hal yang serupa dengan Dewi, bahwa memang FH sudah melakukan investasi sistem sejak masa pandemi. Investasi tersebut didasarkan pada realitas masyarakat yang tengah memasuki masa transisi, dari era revolusi industri 4.0 menuju era 5.0. Era ini menuntut multitasking yang mengharuskan manusia mengerjakan banyak hal dalam satu waktu.

“Sekarang itu serba masa transisi, bukan hanya cara belajar, tapi juga cara kita hidup. Secara umum itu sekarang sudah mulai melakukan transformasi,” ucapnya.

Bahkan, ia menuturkan bahwa FH saat ini tengah merancang persidangan digital. Persidangan digital ini akan didesain mirip Roblox dengan menghadirkan animasi hakim, jaksa, pengacara, dan lain sebagainya. Firdaus juga menyampaikan bahwa langkah-langkah investasi sistem ini diambil oleh Dekan FH, untuk mempersiapkan generasi yang bisa lebih adaptif dengan perkembangan teknologi di era multitasking.

“Konsep pak dekan FH itu adalah belajar sambil bermain, bermain sambil belajar, nantinya multitasking itu dapat melakukan banyak hal dalam satu waktu,” ujarnya.

Daring, Luring, atau Hybrid?

Baik Faris maupun Davina, keduanya cenderung memilih tipe pembelajaran luring. Faris, secara spesifik menilai bahwa perkuliahan daring lebih banyak menuai kendala. 

“Pembelajaran secara online itu biasanya dosen membebaskan mahasiswanya untuk off camera dan tidak ada ketentuan-ketentuan wajib untuk mahasiswanya aktif pada saat pembelajaran. Jadi menurut aku ya kurang saja pembelajaran itu secara online ataupun hybrid, ditambah respons dari pihak akademik yang cenderung slow response,” ujar Faris.

Hanya saja jika berkenaan dengan hybrid, menurut Faris, ada keuntungan tersendiri yang bisa didapat dosen maupun mahasiswa. Salah satunya adalah kedua pihak tersebut dapat mengikuti dan melaksanakan pembelajaran perkuliahan secara fleksibel. Di sisi lain, Davina sendiri juga tak memungkiri bahwa kebijakan hybrid dirasa cukup membantu. 

“Sejauh ini untuk sistem perkuliahan yang offline maupun yang praktik terjun langsung ke lapangan, tidak ada kendala apa-apa sih, justru mahasiswa merasa sangat terbantu dengan adanya sistem offline dan terjun langsung ke lapangan, seperti hybrid ini,” pungkas Davina.

HAIDAR ALI

Editor: Rizky Rahmalita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *