Ada kata-kata yang selalu tertinggal di bibir,
seperti benih yang tak sempat tumbuh,
tersimpan di tanah rindu yang kini sunyi,
sejak kau pergi tanpa kembali.
Di mataku, sosokmu tak pernah benar-benar lenyap,
kau menjulang, seperti bayang yang tetap berdiri,
meski ragamu telah jauh melewati batas waktu,
hadir di antara jarak yang tak bisa kukejar.
Ayah, kau adalah riuh yang tak bersuara,
adalah sosok yang membelakangi, namun tetap hadir di tiap detak,
dan aku, masih menyimpan berjuta kata,
yang tak akan pernah sempat terucap, bahkan hingga selamanya.
Berapa kali aku merangkai harapan sederhana,
andai bisa kembali melihatmu walau sekejap,
untuk sekadar mengucap terima kasih, atau berkata maaf,
atau apa saja, sebelum diam ini jadi abadi.
Kau pergi begitu cepat, Ayah,
meninggalkan ruang kosong yang tak pernah terisi,
aku bicara dalam sepi, menuliskan pesan di langit,
seperti daun yang tertiup tanpa tujuan.
Ayah, meski waktu tak lagi berpihak,
kau tetap riuh di setiap heningku,
menjadi sosok yang tak terjangkau, namun begitu dekat,
dan kata-kata yang tak sempat terucap, kini abadi di hatiku,
seperti sebuah kisah yang tak pernah selesai.
Syarah Azzahra Namira