Hembusan kabar simpang siur terkait uji coba (Showcase) Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) mulai terdengar. Kabar uji coba KCJB ini bertepatan pula dengan acara puncak KTT G20 di Bali dan pertemuan COP 27 di Mesir. Dari kabar yang tersebar, rencana uji coba Kereta Cepat ini akan dihadiri langsung oleh Presiden China, Xi Jinping.
Namun jika melihat kembali kondisinya, perlintasan Kereta Cepat yang mungkin sudah bisa digunakan yaitu melewati daerah Walini, Padalarang, dan Tegalluar. Dari informasi lainnya yang kami himpun, di tanggal 16 November uji coba KCJB ini akan dilaksanakan sepanjang 15 Km dari Stasiun Tegalluar menuju Casting Yard 4 di daerah Kopo, Bandung, dan disaksikan secara Virtual dari Bali oleh Presiden Jokowi dan Presiden Xi Jinping.
Ditengah kabar yang simpang siur ini, perwakilan warga yang terdampak dari proyek KCJB, perwakilan masyarakat yang terdampak proyek pembangunan lainnya di wilayah Bandung Raya dan perwakilan organisasi masyarakat sipil, berkumpul di kantor LBH Bandung dan bersepakat untuk melakukan respon terkait uji coba mega proyek KCJB tersebut.
Tidak hanya ruang lingkup kecil urusan kereta cepat saja, namun – jika melihat bacaan antar jaringan masyarakat sipil – ada sesuatu yang lebih besar akan terjadi dari momentum showcase atau uji coba KCJB ini. Pasalnya mega proyek KCJB ini didanai oleh suatu konsorsium Badan Usaha Milik Negara Indonesia (BUMN) melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian Tiongkok melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd, dengan bisnis utama di sektor transportasi publik dengan skema business to business (B2B).
Maka kedepannya tidak menutup kemungkinan momentum ini dimanfaatkan sebagai pintu masuk gelombang investasi besar dari negara China pada multi sektor lainnya, seperti kawasan industri sampai ke isu energi. Hal ini mengingatkan kita pada peristiwa Malari di tahun 1974 di masa orde baru, dimana kedatangan PM Jepang pada masa itu menjadi momentum invansi kapital Industri besar-besaran Jepang di Indonesia.
Pada pertemuan di kantor LBH Bandung ini pun membahas pandangan dari beberapa individu atas bacaan situasi internasional, nasional hingga ke tingkat lokal terkait showcase mega proyek KCJB ini. Pada konteks internasional, adanya pertemuan antar kepala negara G-20 di Bali ini tentunya akan berdampak pada meluasnya perampasan ruang hidup kedepannya.
Selain kegiatan pertemuan G-20 di Bali, di Mesir pun sedang ada pertemuan COP 27 yang membahas permasalahan iklim global, dan pengurangan emisi karbon global dengan skema energi terbarukan yang kami lihat hanyalah solusi palsu yang ditawarkan. Indonesia pun turut serta hadir dalam pertemuan COP 27 ini.
Di konteks nasional pun situasi ekspansi investasi China semakin menguat, prediksi ekspansi investasi China ini pun diterjemahkan oleh para penguasa di negeri ini dengan dibuatnya regulasi Omnibuslaw UU Cipta Kerja yang tidak berpihak pada masyarakat luas dan lingkungan hidup. jika kita lihat kembali, investasi disektor energi kotor batubara, China masih menjadi aktor penting dalam pendanaan pembangunan PLTU batubara.
Pada tingkat situasi lokal, KCJB ini mayoritas berada di wilayah Jawa Barat dan tentunya akan menciptakan kawasan perekonomian dan perkotaan baru menyusul Segitiga Cirebon, Patimban dan Kertajati (Segitiga Rebana), kota Aerotropolis Kertajati pendukung Bandar Udara Internasional Jawa Barat (BIJB) Majalengka dan tentunya akan kembali memproduksi kawasan-kawasan baru yang akan mengancam ruang hidup masyarakat dan lingkungan hidup.
Sementara itu proyek ambisius Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang dibiayai oleh udunan modal BUMN Indonesia dan BUMN China telah berdampak secara langsung pada keselamatan masyarakat sekitar, ambil contoh dengan apa yang terjadi di Gunung Bohong, Padalarang. Proyek pembangunan tersebut menggunakan bahan peledak untuk membuat sebuah terowongan bernama Tunnel 11, efek ledakan telah mengubah kontur struktur tanah perumahan warga Tipar RW 13 alhasil puluhan rumah warga mengalami keretakan dan menyeret ratusan jiwa dalam potensi bencana alam longsor yang dapat menghilangkan ruang hidup mereka.
Dampak peledakan (blasting) tersebut telah diperingatkan oleh para ahli LAPI ITB dan Geologi yang berada dibawah Kementrian PUPR tentang potensi retakan struktur tanah, sementara peledakan terus dilakukan sejak September 2019 8 ledakan di tunnel 11 mengakibatkan tanah dan rumah warga mengalami pergeseran dan keretakan di lantai dan dinding hunian warga.
Dari situasi tersebut, kami melihat bahwa pertemuan G20 ini hanya sebagai ajang pemerintah mengobral lahan warga, dan kami merasa bahwa Badai Penggusuran Akan Segera Datang!
Bandung, 16 November 2022.