Potret Aksi Kamisan di depan Gedung Sate pada Kamis, 26 Mei 2022. (Rizal Fauzan/JUMPAONLINE)

Bandung, Jumpaonline Aksi Kamisan Bandung kembali menggelar aksi yang bertemakan “Mei Berkabung” bertempat di depan Gedung Sate, pada Kamis, 26 Mei 2022. Tuntutan yang diusulkan adalah peristiwa-peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di bulan Mei, diantaranya adalah Peringatan Hari Buruh, Tragedi Simpang Kertas Kraft Aceh (KKA), kematian Marsinah, Darurat Militer Aceh, Tragedi Trisakti, Tragedi Mei, Tragedi Jambo Keupok, dan Reformasi.

Fay, penggiat Aksi Kamisan Bandung menjelaskan, tujuan dari aksi hari ini sebagai sarana belajar masyarakat untuk mengingat kembali pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia. Karena banyak tragedi pelanggaran HAM yang dilupakan dan diabaikan. Jadi, lewat Aksi Kamisan ini diharapkan jaringan serta kesadaran yang dimiliki masyarakat terbangun kembali.

“Hari ini kita mencoba menyusun kembali jaringan-jaringan elemen masyarakat, terutama yang hadir di Aksi Kamisan untuk lebih memahami kasus pelanggaran HAM bersama-sama. Dan kita saling belajar satu sama lain untuk terus menyebarkan informasi mengenai pelanggaran HAM kepada masyarakat luas,” jelas Fay

Sementara itu, Jack, salah satu peserta Aksi Kamisan, menyayangkan peran pemerintah yang lalai dalam menanggapi kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Seharusnya pemerintah lebih sigap dalam menangani pelanggaran HAM yang terus terjadi. Akan tetapi, pada kenyataannya pemerintah tidak menyelesaikan kasus-kasus tersebut dan membuat pihak-pihak yang terkena pelanggaran HAM merasa dirugikan.

“Menurut saya, pemerintah harus lebih aktif untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang terjadi, seperti kasus Trisakti tanggal 12 Mei dan kerusuhan tanggal 15 Mei 1998. Seharusnya pemerintah bertanggung jawab atas pihak-pihak yang merasa dirugikan. Karena hingga saat ini pun, tidak ada penyelesaian dari pemerintah,” pungkas Jack.

Fay juga menambahkan, sebaiknya kasus-kasus pelanggaran HAM diselesaikan melalui jalur hukum bukan dengan cara damai kekeluargaan. Ia juga menjelaskan bahwa manusia sama di mata hukum. Karena itu para pelaku pelanggaran HAM harus dihukum menurut Undang-Undang (UU) yang berlaku di Indonesia.

“Kasus-kasus pelanggaran HAM harus dituntaskan melalui prosedur hukum bukan melalui rekonsiliasi. Para pelaku pelanggaran HAM, siapa pun itu harus dihukum sebagaimana mestinya dengan ketentuan hukum dan UU yang berlaku di negara kita,” ucap Fay.

 

ALISYA , MUTIARA & SIFA

Anggota Muda LPM ‘Jumpa’ Unpas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *