Bandung, Jumpaonline – Lembaga bantuan hukum (LBH) Bandung mengadakan diskusi bersama media massa yaitu, Bandung Bergerak, Trimurti, dan Golosor Times. Bertempat di kantor LBH, jalan Terusan Jakarta No 82, Antapani, Bandung pada Sabtu, 28 Mei 2022. Diskusi yang bertemakan Media Alternatif Pasca Reformasi dilatarbelakangi untuk memperingati 24 tahun reformasi.
Sepanjang sejarah, media dan pers selalu menjadi bagian dari sebuah peradaban. Di Indonesia, media alternatif selalu indentik dengan perlawanan karena media alternatif berbeda dengan media arus utama. Media alternatif memiliki kecenderungan menghadirkan kabar-kabar yang ditutupi oleh rezim dan tak tersaji di media arus utama. Wisnu Prima departemen kampanye LBH Bandung menyampaikan, bagaimana pasca reformasi negara mengontrol, melakukan disinformasi dan memobilisasi buzzer di media sosial untuk meminggirkan narasi yang muncul dari gerakan masyarakat sipil dan terjadi censorship yang menjadi momok bagi jurnalisme.
“Meskipun reformasi sudah selesai dan kita katanya sedang bergerak ke transisi demokrasi, tapi ada transisi yang justru terbalik menuju rezim otoritarian. Kemudian juga didalam konteks media alternatif itu sendiri, media alternatif berjibaku dalam mempertahankan distribusi ide, distribusi fisik dan distribusi teknisnya karena juga berkaitan dengan sebuah industri media yang membuat bertahan,” Ungkap Wisnu.
Frans perwakilan dari Golosor Times, menambahkan pasca reformasi banyak media baru bermunculan dan mengambil perhatian publik secara bersamaan, namun media masih tetap dikontrol oleh negara meskipun secara tidak langsung dengan menggunakan tangan-tangan negara.
“Negara memainkan perannya terhadap korporat untuk mengendalikan media, jadi negara seolah-olah tidak mengontrol media secara langsung padahal tetap saja negara mengontrol media meskipun secara tidak langsung atau menggunakan buzzer-buzzer,” kata Frans
Tri Joko Heriadi jurnalis Bandung Bergerak, memaparkan juga tentang potensi media alternatif untuk terhindar dari upaya-upaya pembredelan dan pembrangusan dari rezim otoritarian. Media alternatif harus tetap signifikan dan bertahan di tengah gempuran rezim otoritarian dengan cara kerja berkoletif lintas media alternatif lain.
“Muncul sebuah peluang yaitu dengan cara kerja kolektif Bersama-sama. Meskipun kita media alternatif yang kecil, kita harus kuat dengan cara kerja berkolektif antar media alternatif. Mudah-mudahan kita selalu signifikan untuk keberlangsungan media alternatif itu sendiri,” pungkas Tri Joko.
RICO MIRAJ IRAWAN
Anggota Muda LPM ‘Jumpa’ Unpas