
Bandung, Jumpaonline – Tim Advokasi Jurnalis Independen (TAJI) menggelar aksi “Stop Kekerasan terhadap Jurnalis dan Warga Sipil” di Taman Vanda, depan Polrestabes Bandung pada hari Jumat, 13 April 2018. Aksi ini sebagai bentuk solidaritas terhadap kasus kekerasan yang diduga dilakukan oleh anggota kepolisian terhadap Muhammad Iqbal, jurnalis kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.
Dalam menjalankan tugasnya, jurnalis dilindungi oleh konstitusi untuk menyampaikan pendapat atau gagasan, mencari informasi, dan menyampaikan informasi yang benar. Jurnalis juga memiliki payung hukum dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999. Ketika terjadi pelanggaran hukum, bisa terjerat pasal 18 ayat 1 Undang-Undang No. 40 tahun 1999 Tentang Pers.
“Pelaku kekerasan bisa terjerat pasal ini dan harus diusut tuntas,” ujar Ari Syahril Ramadhan, Juru bicara TAJI.
Senada dengan Ari, Nizar Al Fadiilah, jurnalis kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung menyatakan kejadian tersebut sangat tidak pantas. Pers mahasiswa semata-mata hanya memberitakan kebenaran dan menyuarakan aspirasi masyarakat yang tertindas bukan mengharapkan keuntungan dari kejadian tersebut.
“Iqbal ke sini untuk meliput, melerai, dan melindungi teman-teman yang menjadi korban,” ujarnya.
Kasus tersebut bermula saat Iqbal sedang meliput aksi massa penolakan Rumah Deret Tamansari di Kantor Walikota Bandung pada hari Kamis, 12 April 2018. Beberapa gambar anggota polisi yang tengah menyeret sejumlah warga diminta untuk dihapus oleh aparat.
Iqbal kemudian ditarik oleh seorang anggota polisi yang meminta kartu persnya. Setelah diperlihatkan, polisi tersebut justru menarik Iqbal ke dalam truk dalmas dan diintimidasi hingga terjadi pemukulan di bagian wajah. Polisi semakin menekannya dan pada akhirnya foto-foto tersebut dihapus. Polisi juga menyita kartu pers dan mengambil foto wajah Iqbal.
MAGFIRAH RAMADHANI