Kampusiana, Jumpaonline – Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Kelas B Universitas Pasundan mempersembahkan Pergelaran Sastra bertajuk “Samboja Gugat”. Pergelaran ini diselenggarakan pada hari Kamis, 11 Juli 2024 yang bertempat di Teater Tertutup Dago Tea House, Kota Bandung.
Yogi Agusti, sutradara sekaligus mahasiswa PBSI angkatan 2021 menuturkan bahwa tajuk ini dipilih karena perhatiannya terhadap kelestarian budaya Sunda. “Samboja Gugat” diadaptasi dari cerita rakyat Pangandaran soal muasal kesenian Ronggeng Gunung yang hampir punah dan jarang dikenal masyarakat luas. Yogi berusaha untuk memperkenalkan kesenian yang satu ini lewat kemasan lakon drama. Ia memiliki harapan besar agar kesenian Ronggeng Gunung tidak terlupakan.
“Karena sudah mulai punah, jadi setelah saya wawancara ke beberapa mahasiswa tahu atau tidak tentang Ronggeng Gunung ini dan jawabannya tidak. Oh, berarti kesenian ini nih yang perlu kita cuatkan lagi,” tuturnya.
Bercerita tentang perjalanan Dewi Siti Samboja, “Gugat Samboja” berusaha untuk memperlihatkan upaya balas dendam Samboja terhadap Kala Samudera yang telah menghabisi suaminya, Raden Anggalarang. Samboja kemudian ngahiang, menghilang tanpa jejak untuk menyusun strategi balas dendam. Ia kemudian hadir kembali dalam sosok Dewi Rengganis, penari ronggeng handal yang berhasil membunuh Kala Samudera lewat siasat cerdasnya.
Yogi, menjelaskan bahwa bukan tanpa makna ia menonjolkan karakter wanita pada pagelaran ini. Dewi Siti Samboja ditunjukkan sebagai simbol emansipasi wanita lewat perlawanan dendamnya kepada Kala Samudera atas kematian sia-sia Pangeran Raden Anggalarang.
“Wanita di zaman sekarang tuh jangan di nomor dua kan, tetapi wanita juga bisa menggebrak dunia. Bukan hanya lelaki saja yang bisa dipekerjakan, tetapi wanita juga,” katanya.
Isna, pemeran Dewi Siti Samboja menuturkan bahwa ia mengambil pelajaran yang berharga dari peran yang dilakoninya. Baginya, Dewi Siti Samboja memberikan teladan kepemimpinan yang kuat. Hal ini selaras dengan semangat emansipasi wanita yang diusung dalam “Gugat Samboja”. Wanita bagi Isna juga harus bisa meneguhkan diri dan mengembangkan kemandirian.
“Mungkin dilihat dari kuatnya Dewi Siti Samboja, karena baru juga pertama kali menikah tapi harus kuat untuk menggantikan suaminya untuk menjaga rakyat dan kerajaan. Jadi wanita itu bukan cuma bisa dibawa suami, tapi tanpa suami juga harus bisa hidup, jangan putus asa,” pungkasnya.
KINANTI ROSNENDAH TAKARIA
Anggota Muda LPM ‘Jumpa’ Unpas
Editor: CANDRA OKTA AHMADI