Potret para panelis dan moderator diskusi panel “Dari Layanan Kesehatan Inklusif Menjadi Peluang Inklusif: Dampak Teknologi Pendampingan Tepat Guna Bagi Difabel”, di Block 71 Jl. Ir. H. Juanda pada Sabtu, 11 November 2023. (Candra Okta Ahmadi/JUMPAONLINE)

Bandung, Jumpaonlie – Karla Bionic menghadirkan beberapa panelis dari berbagai kalangan dalam diskusi panel bertajuk “Dari Layanan Kesehatan Inklusif Menjadi Peluang Inklusif: Dampak Teknologi Pendampingan Tepat Guna Bagi Difabel” pada sabtu, 11 November 2023. Diskusi tersebut membicarakan bagaimana peran keluarga dan lingkungan sosial menjadi faktor yang penting untuk mendukung keberlangsungan hidup para difabel.

Oges, penyandang penyakit GBS (Guillain Barre Syndrome), mengungkapkan bahwa tantangan terberat yang dihadapi oleh difabel adalah menerima dan menjalani keadaan mereka dengan damai. Karenanya peran keluarga menjadi hal yang fundamental demi keberlangsungan hidup difabel.

“Saya pernah berpikir untuk bunuh diri karena merasa diri saya tidak berguna, tidak bisa melakukan apa-apa. Saya merasa terbantu dalam melakukan kegiatan sehari-hari karena istri saya akan siap siaga membantu selama 24 jam untuk saya,” ungkap Oges.

Ardiah Nursyanti Supriadi (Nur), petugas medis Instalasi Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung, menjelaskan jika pasien disabilitas harus mendapatkan pendampingan supaya masalah-masalah yang ada disekitarnya bisa terselesaikan. Terlebih lagi pendamping juga harus bisa menjadi sistem pendukung bagi pasien, mengingat secara psikologis difabel cenderung merasa tidak berguna karena tidak bisa melakukan apa-apa.

“Dengan pendampingan yang konsisten dan memberi motivasi terus-menerus, sedikit demi sedikit kepercayaan diri pasien akan bertambah dan dapat menjalani kehidupan yang lancar,” jelas Nur.

Farhan Helmy, penyandang penyakit Paraplegia, menyebutkan jika terdapat beberapa hal lain yang dapat dilakukan untuk mendukung keberlangsungan hidup difabel. Pertama adalah pemberdayaan, bagaimana para difabel bisa bekerja kembali, kedua membentuk lingkungan yang inklusif, dan ketiga menghilangkan stigma negatif dari penyandang disabilitas yang menjadikan mereka sebagai objek.

“Nah inilah yang harus kita lakukan (pemberdayaan dan lingkungan – red) dan lawan (stigma negatif – red),” ujar Farhan.

 

CANDRA OKTA AHMADI

Pengurus LPM ‘Jumpa’ Unpas

Editor : DONI SETIAWAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *