Potret sebelah kanan foto, Yesy Inayah (alumni Teknologi Pangan Unpas) sedang memaparkan produk dagangannya dalam acara seminar dan bazar “Negeri Seribu Pangan” yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Pasundan pada Rabu, 6 November 2024 di Aula Mandala Saba R. Otto Iskandar Dinata, Kampus IV Unpas Setiabudi. (Shiba Azhar Tsurayya)

Kampusiana, Jumpaonline – Pada Rabu, 6 November 2024, aku dan rekanku Nipa Rianti, diberi mandat oleh Alya Natasya yang saat ini menjabat sebagai Pemimpin Redaksi untuk melakukan liputan acara seminar dan bazar “Negeri Seribu Pangan” yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Pasundan (Unpas). Acara itu berlangsung di Aula Mandala Saba R. Otto Iskandar Dinata, Kampus IV Unpas Setiabudi dari pukul 08.00 WIB dan seharusnya berakhir pukul 18.00 WIB. Namun ternyata, acara lebih dulu rampung dari waktu yang sudah ditentukan sebelumnya. 

Kami memulai perjalanan dari Kampus II Unpas Tamansari, tempat di mana sekretariat kami berada. Tepat pukul 14.15 WIB kami bergegas pergi dan setelah menghabiskan waktu tempuh perjalanan selama 36 menit, kami tiba di tempat tujuan pada pukul 14.51 WIB. Setelah sampai ke tempat acara digelar, kami berdua keheranan, mengapa acaranya begitu sepi, padahal dalam informasi yang tertera di laman Instagram @hmtpunpas terpampang jelas acara baru akan rampung terlaksana pada pukul 18.00 WIB. 

Kami sempat mengira jika acara sedang memasuki waktu istirahat salat ashar. Tapi setelah kami meminta konfirmasi ke salah satu rekan kami yang mengetahui soal acara tersebut, ternyata acara sudah selesai dilaksanakan. Terlihat memang hanya beberapa panitia dan peserta bazar saja yang ada di Aula saat itu. Beberapa di antaranya sedang merapikan kursi dan sebagian lainnya tengah menyapu lantai aula. 

Tak mau waktu dan usaha yang kami tempuh menjadi sia-sia, kami pun langsung bergegas menemui ketua pelaksana acara tersebut guna bertanya terkait mengapa acara ini rampung lebih awal dari jadwal yang sudah dipublikasi. Setelahnya, Jidan Alfarizi, selalu ketua pelaksana menyampaikan jawabannya guna menanggapi pertanyaan yang kami ajukan. “Setelah seminar itu langsung ditutup dengan bazar. Bazar pun sifatnya fleksibel, jadi ketika peserta bazar sudah ingin tutup tidak apa-apa, kami tidak mematok waktu,” tuturnya. 

Saat Nipa melanjutkan sesi wawancara, aku sekalian mengedarkan pandanganku untuk melihat sekitar guna mencari target narasumber selanjutnya. Perhatian sorot mataku langsung tertuju kepada salah satu peserta bazar yang masih sibuk mengemasi barang dagangannya dan bersiap untuk pulang. Sebelum ia pergi, aku segera menghampirinya untuk berkenalan serta meminta kesediaan untuk diwawancarai. 

Setelah berkenalan, peserta bazar itu bernama Insan Hadikusuma, seorang pria yang datang jauh-jauh dari Kota Cirebon hanya untuk menjajakan barang dagangannya, yaitu produk keripik kentang ‘kekinian’ dengan berbagai cita rasa nusantara, seperti rasa empal gentong dan juga rendang. Ketika ditanya mengapa akhirnya Insan bisa turut hadir pada acara ini sebagai peserta bazar, sembari duduk santai di atas kursi, ia bersedia menjelaskannya.

“Saya tahu (informasi acara ini-red) dari grup alumni sih, kebetulan Istri alumni Unpas angkatan 1999, lulusan 2004,” jelasnya. 

Di samping itu, Insan juga menyoroti perihal publikasi dan informasi dari panitia penyelenggara mengenai informasi pembukaan bazar yang dilayangkan pada grup alumni terlalu mendadak, “Kalau informasinya sih menurut saya terlalu cepat, maksudnya, pemberitahuannya gak jauh hari, jadi kaya ngedadak,” pungkasnya. 

Ternyata, bazar ini bukan pertama kalinya Insan ikuti. Sebelumnya, Insan dan Istrinya sempat mengikuti bazar yang diadakan oleh pihak Unpas. Tahun ini adalah tahun kedua untuk mengenalkan produknya kepada masyarakat Unpas, terutama kalangan mahasiswa. Menurutnya, antusiasme yang diberikan oleh mahasiswa terbilang ‘seru’, mereka banyak mendapatkan wawasan baru soal produk-produk kreatif dari berbagai UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). 

Ada hal yang menarik bagi Insan ketika berinteraksi bersama mahasiswa soal produk dagangannya. Sembari menawarkan, Insan juga menjelaskan bahwa produk dagangannya adalah hasil dari penelitian skripsi istrinya yang mempunyai latar belakang lulusan sarjana Teknologi Pangan. Penelitian skripsi itu berhubungan erat dengan produk dagangannya, yaitu keripik. Namun pada mulanya, bahan utama yang digunakan bukanlah kentang, melainkan buah melon. 

“Jadi saya sama Istri akhirnya ngobrol sama teman-teman mahasiswa, ngasih feedback, ngasih tahu tahapan dan proses pembuatannya harus gini, harus gitu. Istri ngasih tahu juga pengalaman saat (menggarap-red) skripsinya,” Insan menjelaskan dengan serius. 

Saat ditanya tentang brand atau nama produknya, Insan menjawab dan menunjukkan produknya dengan senang hati, “Yesy Potato Chips.” Sayangnya, produk yang tersisa hanya tinggal varian rasa original dan juga empal gentong, sedangkan untuk rasa rendang stoknya sedang kosong.

Ia kembali menjelaskan, di tahun kemarin, produknya masih dikemas dengan sederhana, hanya menggunakan toples dengan stiker yang menjadi penanda barang dagangannya. Berbeda dengan tahun sekarang, kemasannya sudah jauh lebih berkembang dengan menggunakan standing pouch sebagai bungkusnya. 

Di tengah sesi wawancara berlangsung, Nipa dan rekanku yang lain, Ade Nurul bergabung dengan obrolan yang sedang terjalin. Dalam waktu bersamaan pula, Yesy Inayah Istri dari Insan, datang menghampiri kami berempat. Insan pun menjelaskan kepada istrinya, maksud dari kami mewawancarainya. Setelah tahu, Yesy langsung mempersilakan kami untuk mencicipi produk keripik varian rasa empal gentongnya. Jujur, rasanya enak dan otentik. Baru pertama kali juga kami mencoba keripik kentang yang dibumbui rasa empal gentong ini. 

Tibalah giliran Yesy yang menerangkan produknya. Ketika ditanya mengapa akhirnya membuat varian rasa nusantara, khususnya rasa empal gentong, Yesy menjawab dengan sederhana, “Saya ngambil kuliner khas asal Kota Cirebon.” Ia juga menuturkan jika produk dagangannya sudah mendapatkan penghargaan di tingkat kabupaten. Selain itu juga, produknya pernah beberapa kali mengikuti Business Matching yang diadakan oleh berbagai instansi. 

Ketika Yesy kembali menjelaskan varian rasanya, tiba-tiba ia bertanya kepada kami semua untuk menebak varian rasa apa yang ke depannya akan dibuat, “Sebenarnya ada rencana kita bikin makanan khas Jawa Barat, apa coba?” Kami semua menjawab dengan spontan “Seblak”. Ternyata jawaban kami benar, Yesy ingin membuat varian rasa baru, yaitu keripik kentang rasa seblak dalam produk dagangannya. Tetapi, yang menjadi kendala Yesy saat ini adalah mencari formula untuk meracik bumbunya agar pas dan masuk ke lidah konsumennya. Tak cukup satu dua bulan, varian rasa sebelumnya pun membutuhkan waktu yang cukup lama guna mencari formula yang pas, seperti varian rasa empal gentong dan rendang pun membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun untuk menyempurnakannya. 

“Produk (keripik-red) ini kan Research and Development aja kita satu tahun, awalnya asin, sampai ketemu dan klik (dengan formulanya-red), yasudah,” imbuhnya.

Yesy sedikit bercerita tentang latar belakangnya. Sebenarnya, usaha keripik kentang itu baru berjalan. Yesy yang dulunya bekerja di Bank selama 12 tahun itu akhirnya beralih profesi menjadi pengusaha. Menurutnya, pekerjaan yang sekarang lebih nyaman untuk dijalani.

Di luar itu semua, Yesy juga bercerita tentang permasalahan dirinya dalam memasarkan produk dagangannya. Walaupun Yesy Potato Chips ini sudah beredar dan dipasarkan di beberapa pasar oleh-oleh dan juga toko online, ia tetap ingin mencoba merambah dan masuk ke pemasaran retail. Harapannya, keripik kentang yang dibanderol dengan harga 20 ribu rupiah untuk konsumen dan harga 17 ribu rupiah untuk reseller ini bisa lebih dikenal banyak orang. Namun, karena persyaratan yang tidak bisa dipenuhi Yesy kepada perusahaan retail sebagai UMKM, akhirnya Yesy perlu mengurungkan sementara niatnya itu. 

“Salah satu yang kemarin juga dipertanyakan sama Yogya (swalayan-red)  itu soal harganya. Jadi kita sudah masuk nih ke Yogya, sample sudah dikirim ke Riau. Itu tuh kalau goal kan semua Yogya masuk (produknya-red). Tapi mereka tuh maunya harga ini (Yesy Potato Chips-red) sama dengan harga Chitato. Itu yang gak akan pernah bisa untuk saya masuk ke market retail,” keluhnya. 

Menutup cerita dari Couplepreneur ini, Insan dan Yesy berharap jika tahun depan bazar ini bisa dilaksanakan kembali. Dan jika diundang kembali untuk dapat mengikuti bazar, pastinya Insan dan Yesy tak akan ragu untuk menerimanya. 

 

DONI SETIAWAN

Editor: ADINDA MALIKA TRYCAHYANI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *