Taufik menyampaikan pendapatnya tentang film Cowspiracy yang diadakan Himpunan Hubungan Internasional divisi Language and Literature di ruang Dekanat FISIP, 18 Desember 2015. Taufik menyampaikan pendapatnya tentang film Cowspiracy yang diadakan Himpunan Hubungan Internasional divisi Language and Literature di ruang Dekanat FISIP, 18 Desember 2015.(EGI BUDIANA/Jumpaonline)
Taufik menyampaikan pendapatnya tentang film Cowspiracy yang diadakan Himpunan Hubungan Internasional divisi Language and Literature di ruang Dekanat FISIP, 18 Desember 2015.(EGI BUDIANA/Jumpaonline)

Lengkong, Jumpaonline- Hewan ternak khususnya sapi menghasilkan emisi gas rumah kaca lebih banyak dibandingkan dengan kendaraan bermotor. Berdasarkan hasil penelitian World Bank, emisi yang dihasilkan oleh peternakan adalah 51% emisi di bumi. Hal tersebut menjadi bahan diskusi film yang diselanggarakan Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (HIMHI) divisi Language and Literature (LL) pada Jumat, 18 Desember 2015 di ruang Dekanat Fakultas Ilmu Politik Sosial (FISIP).

Dalam film yang berjudul Cowspiracy tersebut disebutkan bahwa peternakan merupakan penyumbang kerusakan lingkungan yang besar. Selain menghasilkan emisi gas, sektor peternakan mengonsumsi 1/3 total air di dunia dan bertanggung jawab atas 91% kerusakan hutan di hutan hujan Amazon.

“Semua ini terjadi karena kebutuhan manusia. Ternak dibuat untuk hidup manusia,” ujar Taufik, Dosen Unpas saat menanggapi film itu.

Film yang disutradarai Kip Anderson ini juga membahas tentang ketidakpedulian organisasi lingkungan internasional tentang bahaya emisi dari hewan ternak. Kebanyakan organisasi tersebut lebih mengedepankan isu polusi kendaraan, industri atau eksploitasi alam. Cowspiracy lebih membesarkan masalah ternak dan pengaruhnya terhadap lingkungan.

“Film ini mungkin dibuat oleh kalangan yang ingin mengalihkan isu polusi yang disebabkan kendaraan,” katanya.

Gede Endy Kumara Gupta, Ketua Divisi LL berpendapat kerusakan alam yang ada dunia terjadi karena tingginya permintaan manusia akan kebutuhan, tapi hal ini berbanding terbalik dengan yang disediakan alam. Pada akhrinya manusia memenuhi kebutuhan dengan cara memproduksi secara besar-besaran.

“Seperti contoh hewan ternak itu, manusia memaksakan perkembangbiakan hewan ternak secara besar-besaran, dan akhirnya harus menggunduli hutan atau menggunakan air yang banyak untuk hewan ternak itu,” ucapnya.

Penggundulan hutan untuk membuka lahan peternakan yang berlebihan harusnya tidak terjadi, karena hal itu melebihi daya tampung alam. Bila kita melebihi daya tampung alam, ekosistem tidak akan seimbang.

“Dan kita juga harus lebih menjaga relasi kita kepada alam,” ucap Daniel Russel, mahasiswa Hubungan Internasional.

EGI BUDIANA

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *