Tangkapan layar Tiasri Wiandani, Komisioner Komisi Nasional Perempuan sebagai narasumber dalam Kelas Publik TIiga yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (HIMHI) Universitas Pasundan (Unpas) dengan tema Protecting Gender Equality in The New Era via online pada Kamis, 24 Januari 2022. (Rara Assadya/JUMPAONLINE)

Kampusiana, Jumpaonline – Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (HIMHI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pasundan (Unpas) selenggarakan Kelas Publik ke-3 yang bertajuk “Protecting Gender Equality in The New Era”. Kelas publik ini dilaksanakan via online dan dihadiri oleh Tiasri Wiandani, Komisioner Komisi Nasional Perempuan selaku pemateri, pada Kamis, 24 Februari 2022.

Tiasri Wiandani mengatakan, keadilan dan kesetaraan gender dari berbagai macam aspek perlu dipenuhi dengan melihat akses. Akses itu tidak hanya diprioritaskan bagi kelompok tertentu saja tetapi menjadi hak bagi setiap gender.

“Peluang akses terhadap berbagai sumber daya ini menjadi penting. Sehingga akses itu tidak hanya diberlakukan secara prioritas bagi kelompok tertentu saja tetapi menjadi hak setiap gender itu wajib dipenuhi”, Ujar Tiasri.

Tiasri menambahkan, partisipasi atau keterlibatan dalam mengambil keputusan untuk menggunakan sumber daya dalam upaya pemenuhan akses, keadilan, dan keamanan menjadi tidak relevan apabila pengambilan keputusan tersebut hanya di dominasi oleh gender tertentu. Pengambilan keputusan ini perlu melihat bagaimana kesetaraan gender memposisikan  pengambilan keputusan dalam partisipasinya.

“Partisipasi dalam upaya pemenuhan akses keadilan dan keamanan harus melihat bagaimana kesetaraan gender memposisikan pengambilan keputusan yang melibatkan partisipasi yang adil dan setara. Dan kontrol dalam memutuskan sumber daya juga menjadi sangat penting,” Ucap Tiasri.

Tiasri menambahkan, “Protecting Gender Equality in The New Era” memiliki beberapa langkah yang perlu dilakukan seperti pelibatan tokoh agama, tokoh masyarakat dan media dalam kampanye untuk mengedukasi publik agar tidak meneruskan budaya patriarki yang berpotensi memunculkan kasus-kasus kekerasan dan diskriminasi berbasis gender.

“Edukasi masyarakat secara formal dan informal harus dilakukan agar masyarakat mempunyai perspektif baru bahwa kesetaraan gender itu bukan upaya perempuan untuk menentang laki-laki, tetapi bagaimana menempatkan laki-laki dan perempuan secara setara, memiliki akses yang setara. Mencegah potensi terjadinya kekerasan dan diskriminasi,” pungkas Tiasri.

 

RARA ASSADYA PUTRI BANDUNG

Calon Anggota Muda LPM ‘Jumpa’ Unpas

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *