Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta buka suara tanggapi represif aparat kepolisian terhadap massa aksi dan jurnalis pada unjuk rasa “Reformasi Dikorupsi” tanggal 24 September 2019. Konferensi pers tersebut digelar di Sekretariat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada Rabu, 25 September 2019. (Arif Rian/ JUMPAONLINE)

Jakarta, Jumpaonline – Buka suara soal aksi “Reformasi Dikorupsi”, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta gelar konferensi pers terkait sikap represi aparat kepolisian terhadap massa aksi dan jurnalis serta adanya indikasi aksi tunggangan dalam unjuk rasa yang dilancarkan di depan Gedung DPR RI, Selasa, 24 September 2019. Konferensi pers tersebut dilaksanakan di Sekretariat LBH Jakarta pada Rabu, 25 September 2019.

Puri Kencana, Amnesty Indonesia mengatakan, banyak sekali sikap aparat yang menyalahi Peraturan Kepala Negara Kepolisian Republik Indonesia tentang implementasi prinsip dan standar hak asasi manusia dalam penyelenggaraan tugas kepolisian.

Brutalitas aparat ini banyak menyalahi Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009,” ujar Putri.

Asnil Bambani, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengatakan, hampir seluruh kekerasan terhadap jurnalis dilakukan oleh aparat kepolisian. Bentuk kekerasan tersebut di antaranya intimidasi, perampasan dan perusakan alat kerja liputan. Adapun korban jurnalis pada aksi tersebut berjumlah empat orang.

“Kejadiannya hampir sama seperti aksi 21-22 Mei, di mana jurnalis dihalang-halangi untuk meliput,” ujar Asnil.

Padahal seperti yang tertera dalam UU Nomor 40 tahun 1999 pasal 18 ayat 1 disebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers dipidanakan dengan hukuman penjara paling lama 2 tahun atau denda sebesar Rp. 500 juta.

Sementara, perwakilan mahasiswa Universitas Udayana Bali yang turut hadir dalam konferensi pers tersebut menepis adanya indikasi penunggangan aksi. Ia mengatakan, bahwa keberangkatannya ke Jakarta adalah isyarat bahwa Bali tidak hanya berdiam diri sebagai indikasi bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja.

“Ada yang bertanya Bali ke Jakarta, kan, jauh, dari mana ongkosnya? Kami murni menggunakan dana pribadi,” pungkasnya.

Lembaga Bantuan Hukum menyatakan, RUU KPK dan RUU KUHP adalah penutup demokrasi bagi masyarakat. Rakyat akan selalu diawasi oleh peraturan negara.

“Jika negara sudah mengurusi hak pribadi, mereka akan mudah membungkam pemikiran-pemikiran kita,” ujarnya.

ANGGA PERMANA SAPUTRA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *