
Bandung, Jumpaonline – Dalam rangka 100 tahun Pramoedya Ananta Toer, Klub Buku Laswi menyelenggarakan diskusi kupas buku berjudul “Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer” pada Rabu, 11 Desember 2024 di Toko Buku Bandung, Jalan Garut No.2. Pertemuan Reboan ke-84 ini membahas mengenai korban kekejian Jepang pada saat pendudukannya di Indonesia, terkhususnya para perempuan yang masih berusia remaja. Mereka dibawa oleh Jepang dengan iming-iming akan bersekolah di Tokyo dan menjadi orang terpelajar dari Indonesia. Kenyataannya, mereka hanya dijadikan budak seks oleh para militer Jepang.
Nuzulia, selaku peserta diskusi, memaparkan akses pendidikan di zaman penjajahan Jepang masih terbilang terbatas, apalagi ketika dijanjikan hal tersebut oleh Jepang memicu semangat dari para perempuan untuk menerima tawaran pendidikan. Namun, pada akhirnya yang mereka dapatkan hanya kekecewaan.
“Akhirnya mereka mendapatkan kekecewaan dijadikan Jugun Ianfu atau sebagai budak seks. Apalagi mereka diasingkan ke Pulau Buru itu yang jauh banget dari daerah asal mereka dan ada beberapa hal yang saya garis bawahi dalam buku itu tentang perasaan perempuan yang diasingkan, itu pasti berat banget gitu, ya. Apalagi mereka dijadikan budak-budak seks,” ucapnya.
Deni Rachman, selaku pemantik sekaligus penyelenggara, menjelaskan bahwa buku “Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer” membuka mata tentang perjuangan remaja dulu, mengorbankan dirinya secara masal saat penjajahan Jepang. Deni meneruskan, korban dari penjajahan Jepang bukan hanya pria yang dipaksa menjadi pekerja romusha, tetapi korban lainnya yaitu perempuan juga dipaksa menjadi pekerja seks.
“Itu [mereka] korban perang, ya, dalam bentuk dunia seks. Ada yang bentuk romusha, kan, yang lakinya, tapi menurut saya di sisi perawan dalam cengkeraman militer ini, wah, sebuah ‘potret buram’ yang harus dimaknai lagi gitu, di masa sekarang jangan sampai terulang lagi,” ujarnya.
Ia menambahkan, buku ini menjadi corong atau suatu media untuk generasi muda sekarang agar mengetahui pengorbanan remaja zaman penjajahan Jepang. Menurutnya, Pramoedya ingin menggugah kesadaran sejarah untuk generasi muda bahwa nenek buyut mereka telah mengorbankan jiwa raganya bahkan sampai ada yang meninggal dunia.
“Manfaatkan juga sisi setelah kemerdekaan itu, diisi dengan kegiatan-kegiatan yang bisa menggugah kesadaran sejarah, bisa produktif, menulis, aktif gitu di kegiatan sekolah, dan mungkin bisa melek literasi gitu, ya, bisa diterapkan anak-anak sekarang. Salah satunya mungkin bisa mencintai buku,” imbuhnya.
SARAH AYUNINDA
Calon Anggota Muda LPM “Jumpa” Unpas
Editor: DONI SETIAWAN