Potret seorang pengunjung yang tengah mengamati beberapa karya seni rupa nirmana dua dimensi pada pameran yang bertema “Nurtura”. Acara ini berlangsung pada Sabtu, 3 Agustus 2024 di Bandung Creative Hub, Bandung, Jawa Barat. (Khairun Nisya/JUMPAONLINE)

Sebagai mahasiswa Seni Rupa Murni di zaman sekarang, tentunya begitu banyak tantangan yang harus mereka hadapi pada dunia seni. Salah satu tantangan terbesar mereka yaitu bersaing dengan dunia teknologi. Karena hal utama yang dipelajari dari seni rupa murni adalah mengenai hal basic yang manual. 

Mengenai pembelajaran basic yang bersifat manual, secara digitalnya, seni murni lebih diarahkan kepada proses manualnya. Karena seni murni lebih diutamakan pada proses penggarapan karya secara fisik. Terfokus pada proses nyata dalam pembelajaran awal dengan belajar manual langsung dari tangan ke kertas, lalu dengan belajar secara langsung dari objek fisiknya. Mereka sangat merasa tidak seimbang dengan kedudukan seni yang ada pada tempo dulu. 

Prila Chezka, sebagai mahasiswa yang turut mempunyai tanggapan mengenai hal krusial tersebut, ia berharap bahwa seni dapat lebih terkenal seperti zaman dahulu. Karena dulu pada zamannya, seni begitu berharga dan sangat mahal untuk para bangsawan. 

“Dulu, seni itu mahal banget buat para bangsawan. Mereka suka lelang-lelang lukisan sampe ratusan juta. Pokoknya, dulu tuh seni sangat dihargai dan aku berharap seni bisa kembali seperti dulu,” tutur Prila, seorang mahasiswa jurusan seni yang ingin kedudukan seni kembali seperti dahulu. 

Nurtura: Sebagai Proses Pertumbuhan dalam Perkembangan Artistik

Terlihat dalam ruangan yang setiap sudutnya penuh dengan karya seni yang menempel pada setiap dindingnya, menciptakan suasana syahdu yang membuat pengunjung enggan untuk cepat-cepat meninggalkan pameran seni tersebut. Pameran seni ini bertajuk “Nurtura” yang didalamnya terdapat kumpulan karya seni mahasiswa Seni Murni Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung.

Dikutip dari akun Instagram Mahasiswa Seni Rupa Murni angkatan 2023 (sekte.23) “Natura” yang diadaptasi dari Bahasa Inggris “nature” memiliki arti yang begitu mendalam bagi kehidupan sehari-hari yaitu dengan merawat, memelihara, dan mencerminkan perkembangan artistik. Mulai dari tahap awal perkembangan diri yang dimulai dari awal dengan mengolah rasa kepekaan terhadap hal yang berbau seni. Diawali dengan kepekaan terhadap warna, proporsi, dan irama yang turut dibangun secara bertahap dan berlatih secara terus-menerus pada setiap semesternya.

“Pertumbuhan itu latihan-latihan dasar yang dilakukan diluar dari pembelajaran. Juga dari masing-masing individual, seberapa sering kita berlatih menggambar dan harus mengembangkan pengamatan kita terhadap lingkungan sekitar agar lebih berasa.” tutur Revani, Ketua Divisi Art Handler.

Syauqi, sebagai Ketua Pelaksana juga turut memiliki pandangan mengenai proses pertumbuhan yang menjadi pondasi dari diselenggarakannya pameran ini. “Pada dasarnya, seni sangat identik dengan kreativitas. Sementara itu, untuk tahap awal kreativitas kami begitu minim. Pertumbuhan awal kami dimulai dari proses mimesis yaitu meniru,”

Seiring berjalannya konteks meniru tersebut, individu akan melihat seberapa jauh pertumbuhannya. Dilihat dari kurun waktu dan juga proses yang pastinya berbeda setiap masing-masing individu. Sebagai contoh kecilnya, mulai terbiasa dengan alat yang mulanya dirasa asing menjadi lebih terbiasa dan dari segi pembelajaran. Seperti menggambar buah-buahan, ditiru dari buah asli yang digambar dengan semirip mungkin.

“Contoh lainnya kaya alam, misalnya batu, tangan atau gambar kaki sendiri digambar saat itu juga. Karena kalo misalnya beda waktu dan beda tempat, hasilnya pasti akan berbeda juga.” ujar Nindya saat diwawancarai.

“Kaya perspektif (cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi  red), itu kan sinar matahari beda kan setiap waktunya (posisi sinar matahari yang berubah seiring berjalannya waktu red), jadi itu proses kerja nyatanya,” tambah Revani.

Dalam proses kreatif mengenai pembuatan karya, mahasiswa diarahkan pada proses pembuatan konsep dan tema. Dengan menganalisis foto yang didalamnya terdapat objek, lalu objek tersebut dirombak kembali dengan merubah ekspresi tokoh, merubah latar tempat dan tentunya, dengan suasana yang berbeda dari objek semula.

Dari berprosesnya perubahan yang dialami setiap individu, pengalaman merupakan menjadi hal utama yang menjadi tujuan dari diselenggarakannya pameran ini. Menyoroti pembelajaran setelah melewati beberapa tahap dari sebelumnya, mereka dapat peka pada hal-hal kecil yang ada disekitarnya. Mereka lebih terbuka pada sesuatu yang sederhana sekalipun, karena dengan memperhatikan hal-hal tersebut, kita dapat lebih memahami lagi kondisi yang ada disekitar kita.

“Peka terhadap hal-hal yang sebetulnya kecil dan orang-orang sering kali menganggapnya sepele, namun hal tersebut cukup penting dan dampaknya besar. Misalnya kaya gambar anatomi, kadang-kadang kita gak tahu, kan? tapi kalo dipelajari, wah, kayak gini ya ternyata? gitu toh, jadi mulai aware terhadap sesuatu hal yang sebetulnya jauh gitu,” Revani menjawab dengan lugas.

Nindya turut menambahkan, ketika berkarya, setiap proses-proses yang dimulai dari awal, tengah, sampai finishing, semuanya merupakan hal yang penting dan prosesnya sangat dapat dirasakan. Juga perlu diingat, teknik yang telah dipelajari sebelumnya, jangan pernah untuk dilupakan. Harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan terus berlatih.

Pembelajaran yang mereka dapatkan sebagai refleksi kedepannya, tak ada sesuatu yang mudah dalam melakukan sebuah hal. Terutama dalam menyiapkan sebuah pameran karya seni, banyak sekali yang harus dibenahi dan diperhatikan, tentunya harus disiapkan sebagai refleksi kedepannya. 

 

KHAIRUN NISYA

Pengurus LPM ‘Jumpa’ Unpas

Editor: CANDRA OKTA AHMADI

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *