Kampusiana, Jumpaonline – Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) angkatan 2021 menyelenggarakan pergelaran sastra pada Kamis, 11 Juli 2024, bertempat di Teater Tertutup Taman Budaya, Kota Bandung. Pada pergelaran ini terdapat dua pertunjukan yang berbeda di tiap kelasnya. Kelas A membawakan pertunjukan bertajuk “Rotaripulasi” dengan tema kesetaraan gender dan kelas B membawa tajuk “Samboja Gugat” dengan tema emansipasi wanita.
Eggie Nugraha, selaku dosen pengampu, menjelaskan bahwa acara ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Pergelaran Sastra. Acara ini menjadi puncak pengimplementasian karya sastra dari mata kuliah yang ditempuh sebelumnya, yaitu Apresiasi Kajian Drama, Apresiasi Kajian Puisi, dan Apresiasi Kajian Prosa Fiksi.
“Semua karya sastra secara teoritis sudah didapatkan oleh mahasiswa yang tadi tampil. Di mata kuliah ini adalah puncak sastra di mana mereka harus mampu menampilkan, bukan hanya mengapresiasi (dan-red) membaca, tapi harus benar-benar aktif membuat projek,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa, mahasiswa diberikan pilihan untuk membuat naskah sendiri atau mengadaptasi dari naskah yang sudah ada. Selain itu, proses penggarapan naskah mengalami beberapa perkembangan yang sangat panjang guna menghasilkan sebuah karya yang baik.
“Saya sudah menekankan (mahasiswa-red) mau menulis naskah sendiri atau mengambil naskah orang lain dengan catatan, jika mengambil naskah orang lain perlu diperhatikan izinnya, ” jelasnya.
Ahmed Rivaille, asisten sutradara pergelaran kelas A, menuturkan bahwa teater yang bertajuk “Rotaripulasi” diadaptasi dari isu yang jarang di bahas di luar sana yaitu matriarki. Berbeda dengan budaya kita patriarki yang didominasi oleh laki-laki, matriarki merupakan budaya dari luar yang didominasi oleh perempuan.
“Di belahan dunia lain ada yang namanya matriarki, di mana perempuan yang memegang kekuasaan,” pungkas Ahmed.
Yogi Agusti, sutradara pergelaran kelas B, menuturkan bahwa teater yang bertajuk “Samboja Gugat” diadaptasi dari kesenian Ronggeng Gunung yang saat ini sudah hampir punah dan harus dilestarikan serta dikembangkan lagi. Teater ini dikemas agar kesenian Ronggeng Gunung kembali dikenal oleh masyarakat.
“Kesenian ini perlu kita cuatkan lagi, kalau kesenian jaipong, silat itu sudah dikenal, tetapi kesenian Ronggeng Gunung ini kesenian yang otentik dan unik, tapi terlupakan. Makanya aku mengangkat tema ini yang diadaptasikan menjadi teater,” jelasnya.
RESTU SABILAH
Anggota Muda LPM ‘Jumpa’ Unpas
Editor: DONI SETIAWAN