Potret sampah di dekat parkiran Kampus Unpas Lengkong pada Jumat, 17 November 2023 (Rismayasari/JUMPAONLINE)
Kampusiana, Jumpaonline – “Pastinya mengganggu, kebetulan aku suka naro helm di pos dan bau banget, kecium gitu. Soalnya ya tempat sampahnya itu di pinggir jalan dan kurang etis. Sudah jelas itu tuh parkiran, hampir semua mahasiswa masuk ke parkiran situ. Kurang enak aja,” ujar Aldiansyah, seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Unpas angkatan 2022.
Aldiansyah, merupakan salah satu mahasiswa yang mengeluhkan adanya tumpukan sampah di area parkiran kampus Lengkong. Tumpukan tersebut menciptakan ketidaknyamanan sebab mengeluarkan bau busuk yang mengganggu. Sayangnya, situasi serupa juga terjadi di beberapa lokasi lain di kampus Unpas.
Misalnya di Kampus Tamansari, tumpukan sampah terlihat di depan kantin Green Cafe. Nugraha Putra, Mahasiswa Akuntansi angkatan 2020, mengatakan, bahwa tumpukan sampah di depan kantin tersebut sangat mengganggu. Selain baunya yang tidak sedap, tumpukan sampah tersebut juga sering menarik perhatian tikus.“Sangat mengganggu. Green Cafe ‘kan kantin tempat mahasiswa makan, apalagi sering banyak bangkai tikus, karena mungkin mereka sarangnya di situ,” ujar Nugraha
Potret tumpukan sampah di depan Green Cafe Kampus Unpas Tamansari pada Senin, 20 November 2023 (Rismayasari/JUMPAONLINE)
Di Kampus Setiabudi, penumpukkan sampah juga terlihat di sekitar area parkiran. Sampah-sampah ini terdiri atas plastik, kertas, hingga limbah organik.
Potret sampah di dekat parkiran Kampus Setiabudi pada Jumat, 17 November 2023 (Rismayasari/ JUMPAONLINE)
Sementara itu, di Kampus Sumatra, tidak terlihat adanya penumpukan sampah di area kampus. Hal ini dikarenakan sampah-sampah yang sudah dikumpulkan dari setiap lantai langsung disalurkan ke Tempat Penampungan Sementara (TPS), sehingga tidak terjadi penumpukan seperti di beberapa titik kampus Unpas lainnya.
Melihat persoalan yang ada, sebenarnya terdapat alasan mendasar mengapa kondisi ini bisa terjadi. Pada tanggal 19 Agustus 2023, TPA Sarimukti mengalami bencana kebakaran akibat penumpukkan gas metana. Insiden ini berakibat pada penutupan TPA Sarimukti seiring dengan penetapan status Bandung Darurat Sampah oleh Gubernur Jawa Barat sejak 24 Agustus 2023. Keputusan ini secara praktis mengganggu sistem penyetoran sampah yang lazim dilakukan masyarakat. Penutupan TPA Sarimukti yang menjadi tumpuan dari lima kota/kabupaten berdampak pada terbentuknya tumpukan sampah yang tak terbendung di berbagai lokasi, salah satunya di kampus Unpas.
Namun, jika dianalisis lebih lanjut, insiden ini memperlihatkan bahwa sistem pengelolaan sampah di Kota Bandung memang masih mengalami kekurangan dan belum mencapai tingkat ideal. Hal ini terjadi pada Unpas, di mana Unpas masih belum memiliki sistem pengelolaan sampah yang ideal yang termanifestasikan dalam bentuk penumpukan sampah di banyak titik sebagai dampak penutupan TPA Sarimukti. Penumpukan semacam ini dapat dihindari jika Unpas sudah mulai mengambil langkah-langkah proaktif dan menaruh perhatian serius pada masalah ekologis di tingkat kampus.
Tulisan ini akan mencoba menelaah permasalahan pengelolaan sampah di lingkup Unpas dan menyajikan beberapa opsi yang mungkin dapat dijadikan sebagai rekomendasi solusi.
Pengelolaan Sampah Unpas: Masih Tak Ideal?
Secara umum, pengelolaan sampah di Unpas dapat dirangkum dalam alur: pengumpulan reguler oleh petugas kebersihan sampah tanpa pemisahan–pengumpulan di satu tempat-pengangkutan ke TPA. Di Kampus Lengkong misalnya, sampah dari setiap lantai kampus, baik sampah organik maupun anorganik, dikumpulkan oleh petugas kebersihan. Selanjutnya, sampah tersebut dimasukan ke dalam trash bag dan dikumpulkan di satu tempat penyimpanan untuk kemudian diangkut ke TPA. Proses serupa juga berlaku di Kampus Tamansari dan Setiabudi.
Untuk kampus Sumatera, proses pengelolaan sampah sedikit berbeda. Di mana sampah organik dan anorganik, setelah digabungkan, langsung dialihkan ke TPS. Sementara itu, untuk sampah medis seperti suntikan, bahan kimia, dan material khusus lainnya, pengelolaannya melibatkan kerjasama khusus dengan pihak eksternal.
Namun, alur pengelolaan sampah ini akhirnya terganggu dampak dari insiden kebakaran TPA Sarimukti. Sebagai tindak lanjut, sampah akhirnya dikumpulkan di kampus Setiabudi dan Unpas memilih jalan pembakaran sebagai cara untuk mengatasi tumpukan sampah tersebut.
Meskipun telah menyadari bahwa ini bukanlah solusi yang tepat, Yana, Kepala Bagian Rumah Tangga Pusat, mengaku tak punya pilihan lain. Ia menyatakan bahwa Unpas masih menghadapi masalah dalam mengelola sampahnya sendiri. Salah satu masalah yang paling penting adalah ketersediaan infrastruktur yang memadai, termasuk kurangnya tempat untuk pengelolaan sampah.
“Solusinya pengangkutan sampah dari kampus Tamansari dan Lengkong ke Setiabudi, karena tempatnya lebih luas dan masyarakatnya juga tidak banyak protes. Karena kalau dipilah-pilah juga terbatas lokasinya,” ujar Yana
Menanggapi hal ini, Anni Rochaeni, Ketua Program Studi Teknik Lingkungan Unpas, mengkritisi tindakan pembakaran sampah yang ia sebut tak sesuai dengan Undang-Undang nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Ia menyoroti memang saat ini kota Bandung sedang menghadapi darurat sampah, namun solusi yang diambil seharusnya tidak melibatkan metode pembakaran. Tindakan ini tidak memberikan contoh positif kepada masyarakat dalam mengelola sampah.
“Undang-undang mengatakan kita tidak boleh membakar sampah. Meskipun kota Bandung sedang darurat sampah, kita mengatasi dengan banyak hal tapi tidak dengan melakukan pembakaran,” ujarnya
Saat ini Unpas masih belum mempunyai rencana untuk mengembangan fasilitas pengelolaan sampah secara mandiri. Namun, menurut Yana, kampus perlu melakukan kolaborasi dengan Teknik Lingkungan guna mencari solusi terhadap permasalahan pengelolaan sampah di lingkungan kampus Unpas.
“Mungkin harus ada kolaborasi dengan Teknik Lingkungan. Cuma kita usahakan sampah tuh di trash bag, kemudian sampah kering dan sampah basah dipisahkan, barangkali itu aja” ucap Yana
Apa Yang Harus Dilakukan?
Dalam menjalankan tugas sebagai anggota satgas pengelolaan sampah darurat di Kota Bandung, Anni Rochaeni menyoroti beberapa aspek penting terkait pengelolaan sampah di lingkungan kampus, terutama dalam mengikuti aturan yang berlaku. Sebagai informasi, lembaga pendidikan, termasuk perguruan tinggi, diharapkan dapat mengelola sampahnya secara mandiri.
Ia pun memberikan saran, bahwa untuk sampah anorganik, barang-barang yang masih layak pakai dapat dimanfaatkan melalui bank sampah yang ada di prodi Teknik Lingkungan Unpas. Sementara itu, untuk sampah organik, Unpas bisa menjalin kerjasama dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) melalui program Buruan Sae. Adapun, sampah residu anorganik dapat dibawa ke tempat pembuangan akhir.
“Proses di buruan sae itu bisa memanfaatkan sampah organik untuk tanamannya. Jadi, bagian dari hasil organiknya bisa masuk ke Organic Town Garden,” ucapnya
Namun, selama itu belum sepenuhnya terealisasi, kampus bisa berupaya koordinasi dengan Program Kang Pisman Kota Bandung. Setelah sistem pengelolaan sampah terpilah berjalan dengan baik, sampah organik dari kampus dapat diambil oleh pengelola sampah di kota Bandung. Mereka akan mengolah sampah tersebut, kemudian menjadikannya sebagai produk.
“Sampah organik diambil oleh grup pengelolaan sampah di kota Bandung. Kemudian jadi di pihak ketiga ‘kan lah organiknya ke para penggiat maggot selama kita belum punya pengolahan sendiri,” ujarnya
Merespons hal ini, mahasiswa juga ternyata punya inisiasi serupa. Nugraha berpendapat, bahwa kampus seharusnya menyediakan kotak sampah terpilah organik-anorganik. Keberadaan kotak terpilah ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi mahasiswa untuk membuang sampah sesuai dengan jenis sampah yang dihasilkan.
“Seharusnya untuk jenis-jenis kotak sampah itu diperbanyak, biar kita sebagai mahasiswa juga gampang masukin sampah sesuai jenisnya,” tuturnya.
Namun, Nugraha tidak hanya menuntut kepada pihak kampus saja, melainkan juga mengimbau mahasiswa untuk meningkatkan kesadaran akan lingkungan. Ia berpendapat, apabila keterlibatan hanya bergantung pada upaya pihak kampus, kebersihan tidak akan mencapai taraf yang optimal. Oleh karena itu, mahasiswa diharapkan ikut berperan serta secara aktif dalam pengelolaan sampah.
“Perihal sampah balik lagi ke kesadaran mahasiswa, karena kalau hanya mengandalkan kampus gak bakal bersih. Sebersih-bersihnya, mungkin mahasiswa bisa bikin lah relawan-relawan buat bersihin kampus,” jelasnya.
TIM REDAKSI
Editor : RIZKY RAHMALITA