Tangkapan layar Marinus Yaung, Akademisi Unversitas Cendrawasih Jayapura saat menyampaikan pendapat pada kegiatan diskusi bertajuk “Kebebasan Akademik dan Jeratan Jeruji” yang diselenggarakan oleh KIKA (Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik) pada Jum’at, 12 Maret 2021.(Fadilah Ramdhani Fazrin/JUMPAONLINE)

Nasional, Jumpaonline – KIKA (Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik) menggelar diskusi bertajuk “Kebebasan Akademik dan Jeratan Jeruji” pada Jum’at, 12 Maret 2021, dihadiri oleh Daniel Alexander Siagian, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Pos Malang dan Martinus Yaung, Akademisi Unversitas Cendrawasih Jayapura. Diskusi ini membahas mengenai kasus penangkapan mahasiswa Papua saat menggelar aksi pada peringatan International Woman’s Day (IWD) pada hari Senin, 8 Maret 2021 di Kota Malang.

Daniel Alexander Siagian, YLBHI Pos Malang menyampaikan, tidak ada satu niatan untuk menjadikan aksi massa tersebut ricuh dan potensi terjadinya tindakan represif sangat besar. Pihak keamanan menahan 28 massa aksi sebagai saksi serta menetapkan salah satu mahasiswa Papua sebagai tersangka.

“Tidak ada satu rencana untuk menjadikan aksi ini chaos karena kebetulan teman-teman perempuan yang ada di aliansi juga cukup banyak yang menyuarakan tuntutan, mereka tergabung dalam aliansi yang multi-sektoral, multi-elemen, multi-organisasi yang memiliki banyak tuntutan. Melihat dari kacamata pengalaman sebelumnya, maka potensi terjadinya represi itu sangat besar,” ujar Daniel.

Marinus Yaung, Akademisi Unversitas Cendrawasih Jayapura berpendapat, bahwa pelanggaran protokol kesehatan ditengah pandemi menjadi alasan pihak keamanan melakukan tindakan represif serta tindakan hukum bersifat tebang pilih, tajam kepada teman-teman aktivis Papua tapi tumpul kepada kepentingan kekuasaan.

“Kami mau negara ini betul-betul melakukan penegakan hukum yang tegas dalam protokol kesehatan. Pelanggaran protokol kesehatan ini seringkali dijadikan alibi pihak keamanan untuk melakukan represif terhadap aktivis demo. Dalam kasus ini pihak kepolisian dalam penegakan itu tebang pilih,” ungkap Marinus.

Dhia Al Uyun, moderator acara berharap dengan diskusi ini pihak kepolisian menggaris bawahi permasalahan tersebut dengan itikad baik mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), menyampaikan permintaan maaf, dan mengklarifikasi segala statement yang sifatnya melukai.

”Saya berharap diskusi ini bisa mempercepat SP3 dari teman-teman yang mengalami penangguhan penahanan. Kepolisian menggarisbawahi permasalahan ini dan dengan itikad baik mengeluarkan SP3. Penting bagi kepolisian menyampaikan permintaan maaf, mengklarifikasi segala statement yang melukai hati teman-teman Papua yang tersiar di media,” ujar Dhia.

 

 

FADILAH RAMDHANI FAZRIN

Calon Anggota Muda LPM ‘Jumpa’ Unpas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *