
Pemilu dan Pemira, apa bedanya? Seberapa pentingkah keduanya? Setiap lima tahun sekali, Indonesia mengadakan pemilu untuk menentukan siapakah calon pemimpin yang akan menduduki kursi kekuasaan. Sesuai dengan namanya, Pemilu disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat. Lalu, bagaimana dengan Pemira?
Pemira atau Pemilihan Raya merupakan sebuah contoh kecil dari Pemilu. Bedanya, jika Pemilu dilakukan oleh masyarakat Indonesia setiap lima tahun sekali, Pemira dilakukan oleh masyarakat Kampus setiap tahun. Contohnya, seperti Pemira yang diadakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Politik ( FISIP) Unpas yang menggunakan sistem kepartaian.
Pemira FISIP dengan Sistem Kepartaian
Sejak diadakan pertama kali pada tahun 2004 lalu, Pemira dengan sistem partai telah menjadi euforia bagi masyarakat FISIP Unpas. Bukan hanya sekedar ajang pesta demokrasi, Pemira pun menjadi sebuah simulasi perpolitikan di tingkat kampus. Hal ini dapat dilihat dari adanya kesempatan bagi mahasiswa untuk bebas bersuara dalam menentukan hak pilih.
Pemira FISIP menjadi tempat mahasiswa untuk menentukan hak suaranya kepada Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM). Bukan tanpa alasan, calon yang menduduki lembaga Eksekutif dan Legislatif diharapkan dapat menjadi representasi seluruh mahasiswa.
Awang Munawar selaku Dosen FISIP Unpas menjelaskan, ajang pesta demokrasi kampus ini adalah sebuah praktik yang penting untuk diselenggarakan. Sebab, hal ini bisa menjadi pemicu bagi mahasiswa untuk mengenal sistem kerja partai, hingga proses penyelenggaraan pemilihan umum yang sebenarnya. Tentu sangat disayangkan jika mahasiswa tidak mengenal sistem Pemira, karena akan berdampak pada lemahnya pengetahuan mengenai Pemilu.
“Kalau sekarang mahasiswa tidak mengenal sistem tersebut, nanti akan ada kelemahan pengetahuan soal hal itu di masyarakat,” ucap Awang saat ditemui di FISIP Unpas pada Kamis, 4 Mei 2017.
Selain itu, Pemira di FISIP tak bisa lepas dari unsur partai, sebab partai sebagai bakal calon dalam Pemira. Melihat adanya sistem partai tersebut, Awang berkata bahwa mahasiswa FISIP seharusnya memahami posisi partai politik dalam suatu lembaga. Meski kesiapan Pemira di Unpas belum terbentuk secara matang seperti kampanye yang hanya mengandalkan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) tanpa ditemani Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pemilihan Eksekutif dan Legislatif tidak mungkin diadakan tanpa adanya sistem partai.
“Sistem pemilu di kita mungkin banyak kekurangan, tapi nggak mungkin pemilihan eksekutif dan legislatif tanpa ada partai,” ucap Awang.
Konflik dan Antusiasme Mahasiswa
Nyaris setiap saat terdengar di telinga kita bahwa konflik sering ditemui di dalam partai, tetapi hal itu tidak seharusnya dihindari. Konflik di dalam politik bisa disebut sebagai sebuah energi, tetapi bukan berarti dapat menghancurkan dari dalam. Suatu masalah yang terdapat di dalam politik bisa mengisi kekosongan yang ada, sehingga jika terjadi perdebatan di dalam suatu partai, maka hal itu adalah wajar. Karena, partai bisa menjadi sebuah pembelajaran agar menjadi lebih baik. Di samping itu, partai bisa dikatakan sebagai ‘setan’ yang dibutuhkan. Artinya, partai bisa menjadi masalah untuk sementara, namun di sisi lain pemira tidak bisa berjalan tanpa adanya partai.
“Jadi partai itu harus jadi solusi juga. Ibarat setan yang dibutuhkan, di sisi lain partai dibenci, di sisi lain pun dibutuhkan,” kata Awang.
Taufik yang merupakan Dosen FISIP Unpas menerangkan saat pertama kali diselenggarakan, masyarakat kampus beramai-ramai menyambut Pemira. Pasalnya, beberapa partai pengusung di Pemira begitu fair dalam menjalankan strategi untuk memenangkan kursi kepemimpinan. Namun, seiring berjalannya waktu, tampak kurangnya minat mahasiswa FISIP Unpas untuk berpartisipasi ke dalam politik . Padahal, menurut Taufik, sebenarnya teori dan praktik dalam berpolitik sangat dibutuhkan.
“Saya rasa dinamikanya ya ramai dulu karena mahasiswanya pada turun berpartisipasi di partai jadi tidak ill feel seperti sekarang,” kata Taufik.
GITA GISELA
Anggota Muda LPM Jumpa
generic propecia no perscription In this review, the use of prescription and OTC medications varied greatly from 62 in Croatia to 95 in Iceland