Tim Mapak Alam South Celebes Exploration sedang mengabadikan momen di Sulawesi Selatan. (facebook)
Tim Mapak Alam South Celebes Exploration sedang mengabadikan momen di Sulawesi Selatan. (facebook)

Tamansari, Jumpaonline – Mahasiswa Pecinta Kelestarian Alam (Mapak Alam) Unpas membuat gebrakan baru yaitu memadukan petualangan dengan kegiatan ilmiah yang dinamakan Mapak Alam South Celebes Exploration (MASCE) yang berlangsung dari 21 April hingga 7 Mei 2014.

Berawal dari sebuah gagasan mengubah paradigma mengenai kegiatan yang biasanya dilakukan oleh pecinta alam.Mapak Alam melakukan observasi aspek sosial ekologi dan aspek sosial budaya yang terdapat di Sulawesi Selatan. Kegiatan ini ini Terdiri dari tujuh personel, yang terbagi kedalam tim inti dan tim pendamping. Di antaranya Romadhony, Reynaldi, Arief, Imam, dan Kharisma. Sedangkan Muhammad Taufik dan Dadang Sudradja sebagai tim pendamping.

Pada pelaksanaan di lapangan, tim Mapak Alam bekerjasama dengan Korps Pecinta Alam Universitas Hasanudin Makasar, dan Mahasiswa Pecinta Alam Maestro Dari Universitas Negeri Makasar.

Perjalanan mereka dimulai dengan observasi dusun Karangan, kemudian pendakian ke puncak rante mario (3478 mdpl) gunung Latimojang, dan yang terakhir ke suku adat Amatoa Kajang kabupaten Bulukumba.

Proses adaptasi tim Mapak Alam dengan suku yang mereka kunjungi tidaklah sulit karena sebelumnya mereka telah mencari data yang lengkap mengenai suku tersebut. Seperti kultur dan hukum adat yang berlaku di tiap suku yang berbeda. Misalnya hukum adat yang berlaku di suku Amatoa yang memiliki arti Bapak Tua, di sana hanya diperbolehkan menggunakan baju berwarna hitam. Hitam meiliki arti apa adanya, putih mengandung arti terang yang melambangkan kesombongan dan merah mengandung arti warna seperti darah itulah sebabnya mengapa hanya warna hitam yang boleh dipergunakan.

Romadhoni selaku ketua pelaksana mengaku, persiapan untuk merealisasikan kegiatan MASCE kurang lebih sekitar satu tahun dari awal program tersebut dicanangkan.

“Saya pribadi sudah mempersiapkan kegiatan ini sejak merancang  program kerja kepengurusan”, Ujar Romadhony 31 Maret 2014.

Meskipun banyak pihak yang tidak percaya kegiatan tersebut dapat terlaksana, namun hal itu tidak menyurutkan semangat Mapak Alam. Hingga akhirnya kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan diakhiri pemutaran film dokumenter perjalanan mereka selama MASCE.

Menurut Dadang Sudardja, salah satu anggota Wahana Lingkungan Hidup mengatakan bahwa Kegiatan MASCE merupakan sebuah proses pembelajaran yang mengangkat kearifan lokal di tengah masa transisi hambatan pembangunan yang tergerus oleh pihak swasta.

Di sisi lain, Irawan selaku dosen ilmu budaya Unpas berharap kegiatan MASCE dapat menjadi sumber pengetahuan untuk menciptakan suatu tatanan agar tetap menjaga dan merawat budaya dan kearifan lokal masing-masing daerah.

“Jangan biarkan araus moderenisasi menghilangkan rasa kepedulian kita terhadap warisan budaya”, ujarnya saat menjadi narasumber pada pemutaran film dokumenter perjalanan MASCE.

MUTIA NURFITRIANA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *